Barangkali memang kata ‘rakyat’ mengarah pada orang ‘ndeso’, ‘bodoh’, ‘pemalas’, ‘pencari kerja’, ‘pengangguran’ ataupun lainnya yang memiliki makna bukan pejabat, penguasa, akademisi ataupun priyayi. Namun suatu saat kata-kata ‘rakyat’ memiliki makna yang dahsyat ketika ada perlawanan, protes, dan juga ketika musim saat ini yaitu musim PEMILU. Beragam orang berlomba untuk menjadi wakil-wakil rakyat, mewakili segala permasalahan sosial dan bagaimana mengentaskannya. Tentu saja bukan orang sembarangan yang bisa mengemban amanah seperti itu.
Celakanya memang ruangan antara rakyat dan wakil rakyat itu berbeda, yang satunya banyak di udara bebas dan satunya lagi di ruangan mewah dan sejuk. Ruang mewah, sejuk serta berbagai fasilitas tersebut ditambah dengan berbagai kuasa untuk melakukan dan menentukan kebijakan. Menentukan kebijakan atau regulasi yang mengatur jalannya sistem birokrasi dan mengatur rakyat ini sebenarnya untuk kepentingan rakyat juga, pada dasarnya atau lebih dikenal dengan kepentingan umum.
Kalo berpikir ke arah kepentingan rakyat dan mengedepankan bagaimana kesejahteraannya, memang menjadi njlimet karena pada tataran penentuan keputusan kebijakan harus juga mempertimbangkan kepentingan banyak pihak dan aspeknya. Bukan pekerjaan mudah memang, para akademisi yang lulusan maupun yang sedang sekolah tentu memiliki banyak riset tentang hal ini. Merekalah cermin yang dibutuhkan untuk menjembatani keluarnya peraturan maupun kebijakan, namun orang-orang pinter pemberi pertimbangan dan alasan akademis adalah orang-orang yang juga seharusnya dekat dengan rakyat bukan dunia bisnis atau ruangan penuh teori yang asalnya jauh dari Nusantara.
Namun disinilah tantangannya bagi para wakil rakyat untuk bisa berpikir kritis dan bekerja, mensinkronkan atau apalah namanya .... seperti menghubungkan kecerdasan-kecerdasan lokal dari rakyat desa yang seharusnya bisa dihubungkan dengan pengalaman negara-negara Eropa yang aslinya juga menjadi negara besar karena kekuatan Desa atau kastil-kastil yang mirip dengan desa di Nusantara.
Tahun depan, rencana dan kabarnya sudah akan dilaksanakan UU tentang Desa yang salah satu intinya adalah mengedepankan desa sebagai subjek dan pelaku pembangunan. Kesiapan masyarakat untuk dapat melaksanakan Undang-Undang yang patut disyukuri ini tentu tidak terlepas dari contoh, suri tauladan dan kerja keras para punggawa negara. Para wakil rakyat dan seluruh pemimpin harus turun tangan untuk memberikan dukungan kepada masyarakat desa untuk berdiri, tumbuh dan membuat desa yang memiliki kemadirian dalam hal politik, ekonomi maupun budaya.
Bukan pekerjaan enteng untuk mau turun ke desa-desa. Meskipun masyarakat desa akan dengan suka hati menerima dan menghargai kedatangan tersebut sebagai hal yang sangat istimewa. Mengapa tidak enteng, karena banyaknya protokol dan jadwal kerja dewan yang juga menyita waktu. Namun kehadiran fisik para tokoh punggawa negara akan memberikan nuansa positif terutama apabila mau dengan ringan tangan dan senyum untuk bekerja bersama masyarakat bawah menyelesaikan, bersama dalam suka dan duka dan memberikan solusi strategi bagaimana membuat desanya menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja, mencari nafkah maupun belajar bagi anak-anak.
Pemimpin yang mau turun ke daerah-daerah pelosok seperti para wali yang dahulu kala menyiarkan pengetahuan baru dan segar, meski hanya pekerjaan sederhana kelihatannya namun adalah pekerjaan yang sangat pelik. Karena harus mampu membaca permasalahan yang ada dibalik permukaan sehingga perkataannya akan mengena di hati dan dihargai masyarakat.
Kendala komunikasi dan jarak akan dapat diminimalisir oleh para pemimpin yang mau bekerja. Mereka akan mampu menangkap apa aspirasi dari bawah dengan kroscek dan analisa yang tepat. Penggunaan sosial media ataupun alternatif komplain yang terbuka murni dibutuhkan oleh masyarakat yang mau cari pemimpin yang kerja. Penjelasan yang matang memberikan gambaran bahwa tim maupun wakil rakyat tersebut bisa memandang permasalahan dengan berpihak pada masyarakat.
Jadi bagaimana mendapatkan pemimpin atau wakil rakyat yang mau bekerja atau mampu memberikan kepuasan kinerja bagi orang banyak adalah bukan hal mudah, juga sebaliknya bukan hal mudah untuk menjadi wakil rakyat yang mampu memberikan kepuasan prestasi bagi masyarakat, dua-duanya sulit namun bukan hal yang mustahil.
Beberapa hari ini sempat melihat tayangan iklan TV yang pesannya unik dan mengena. Pesan yang ingin disampaikan untuk pemilu kali ini yakni harus #CariyangKerja, disamping #CariyangBersih untuk dicoblos dan menjalankan amanah. Kita tetap dilarang lupa dengan keanehan-keanehan perilaku para wakil rakyat yang terdahulu, hal tersebut mungkin kekurangan kita dalam memastikan pilihan.
#Cariyangbersih dan #CariyangKerja untuk rakyat, benar-benar hal yang memusingkan. Menjadi pemilih yang mau mempertimbangkan mahalnya suara kita bukan hal yang aneh, setiap orang pastinya begitu, dan akan sangat menyakitkan ketika orang-orang yang berhati-hati dalam memilih harus dikalahkan dengan suara orang-orang yang terbeli dan tak peduli dengan siapa yang dipilihnya.
Wallahualam.