Apresiasi sesama Difabel

Triyono DIfa Ojek Jogja
 

Apresiasi sesama Difabel

Temu Inklusi 2016 yang merupakan acara 2 tahunan komunitas difabel di Indonesia. Memang acara ini diinisiasi oleh Sigab Yogyakarta, namun tentu untuk acara maupun hasilnya adalah milik seluruh komunitas difabel di Indonesia, begitu sebenarnya maksudnya. Dalam Temu Inklusi, begitu mereka menyebutnya, apa yang ada didalamnya adalah kumpulan agenda-agendan teman-teman difabel yang tidak bisa dikatakan enteng. Isu-isu yang diusung pun sangat terasa berat dan padat, bukan hanya masalah aksesibilatas, persamaan hak, kesehatan dan lain sebagainya. Teman-teman difabel juga memperjuangkan dirinya di tempat komunitas resmi negara terkecil yaitu desa, yang memiliki sistem pemerintahan dan kewenangan tersendiri.

Tampak jelas memang sejak Temu Inklusi pertama di tahun 2014 bahwa teman-teman difabel ingin berada di bumi, bukan di awang-awang dan perkantoran milik negara seperti dinas sosial dan sebagainya. Namun mencoba untuk mengorganisir diri, saling mengajak untuk dapat bersuara di desa, dan memiliki mimpi serta solusi bagi desanya dengan menamakan gerakan mereka sebagai Desa Inklusi. menegaskan kembali dalam tema besarnya yaitu, dari desa : berbagi gagasan, praktik terbaik menuju Indonesia Inklusif. Jadi pada dasarnya teman-teman difabel tidak mau ketinggalan untuk membangun dirinya, membangun desanya bahkan juga tidak mau ketinggalan untuk membangun Indonesia. Dan merekapun juga memilih memulainya dari Desa.

Tidak muluk-muluk, namun sungguh berat untuk dipraktekan, mengapa? sangat jarang orang yang bisa memahami difabel, inklusi bahkan mungkin jarang yang mengenal person-personnya. Apalagi ide-ide dan pemikiran-pemikirannya.

Mengapa Temu Inklusi menjadi penting?

Selama ini praktik gerakan-gerakan dan upaya-upaya teman-teman difabel sungguh luar biasa, namun tidak pernah terdengar luas, dipahami banyak orang karena berjalan sendiri-sendiri, dan tidak ada satu ikatan yang jelas. Bahkan terkadang kegiatan teman-teman difabel adalah lahan amal, sosial dan projek belas kasih. Mereka menjadi objek santunan sosial dan sebagainya, sehingga bukan tidak mungkin hal tersebut membelenggu mereka, dan membelenggu pikiran orang-orang yang awas bahwa perbedaan kemampuan dan kebutuhan sepertinya tidak ada, yang ada hanyalah bagaimana cara menolong atau mengasihani. Temu Inklusi berusaha untuk menggebrak hal ini.

Dalam salah satu rangkaian kegiatan dalam adalah Presentasi Apresiatif Inquiry, dalam kegiatan ini dimunculkan kegiatan-kegiatan dan praktik-praktik terbaik teman-teman dan lembaga difabel yang sudah dilakukan. Acara sharing ini sebenarnya bisa dilihat sebagai sebuah jendela untuk memahami difabel, jelas dalam kegiatan ini mereka memperlihatkan pencapaian-pencapaian sesama teman difabel, dan sebetulnya ada banyak sekali praktik-praktik terbaik yang harus dimunculkan. Nampak waktu sangat membatasinya. Karena ketika berbicara tentang difabel, sebagaimana adanya bahwa juga terdiri anak-anak, remaja, lansia, dan bahkan orang tua yang memiliki anak difabel.

Dalam sesi sharing dan apresiasi ini dalam Temu Inklusi 2016 dimunculkan 12 praktik terbaik kaum difabel dalam rentang tahun dekat-dekat dengan tahun 2016 ini seperti:

  1. Inisiasi Program English Language Assistant bagi difabel netra alam upaya peningkatan kapasitas dan daya saing global, yang dilakukan oleh organisasi Braille'iant Indonesia. Lembaga ini berupaya juga memberikan pelatihan-pelatihan standar TOEFL, agar difabel netra dapat memiliki kemampuan bahasa Inggris yang berstandar Internasional.
  2. Kualitas Layanan Publik berbasis data dan Informasi yang dipresentasikan oleh Yayasan Bahtera, Sumba.
  3. Membongkar Cara Berpikir melalui Seni Rupa oleh Lembaga Perspektif, Jogjakarta. Metode ini adalah metode belajar bagi anak CP dengan cara menggambar.
  4. Praktik terbaik pendampingan Kasus, oleh Sigab, Yogyakarta. Sigab memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mendampingi kasus-kasus kekerasan seksual bagi anak difabel, karena kebanyakan anak difabel korban kekerasan seksual hanya dianggap sebagai obyek dan kesaksiannya tidak dipercaya, bahkan dianggap bohong. Sehingga kaum difabel menjadi korban kekerasan seksual, yang selalu disalahkan karena tidak dapat membela dirinya. Pun juga mendampingi kasus-kasus yang dimana difabel dianggap sebagai pelaku.
  5. Prototipe Signinteraktif untuk membantu layanan publik bagi Tuli, oleh Sigab Yogyakarta.
  6. Praktik membangun gerakan advokasi bersama komunitas oleh Persani, NTT.
  7. Praktik pola advokasi kebijakan anggaran yang inklusif oleh PPRBM Solo.
  8. Pemberdayaan difabel dalam dunia usaha, oleh Triono dari Difa Ojek Yogyakarta. DIfa ojek adalah perusahaan ojek yang dikelola oleh difabel dan menyediakan kendaraan-kendaraan angkutan yang sesuai dengan kebutuhan difabel di Yogyakarta.
  9. Data Disabilitas berbasis Desa menuju pelayanan kesehatan yang inklusif, oleh YASMIB Sulawesi.
  10. Praktik terbaik Jamkesda yang inklusif oleh RBM Sehati, Sukoharjo.
  11. Penguatan Livelihood Disabilitas, kasus DPO di Pengasih, Kulonprogo oleh YAKKUM, Jogjakarta.
  12. Strategi RBM dan praktik terbaiknya dari salah satu aspek yang sudah dilakukan oleh Karinakas, Yogyakarta.

Pasti lebih banyak lagi, orang maupun komunitas yang melakukan dan melaksanakan ide-ide untuk membangun inklusifitas bagi difabel, lebih lengkapnya dapat dilihat dari video  temu inklusi 2016 yang panjang di bawah. Kita tidak akan pernah memahami apa itu difabel jika tidak berinteraksi sendiri dengan komunitas-komunitas atau mendatangi Temu Inklusi yang akan datang.

Rekomendasi Temu Inklusi 2016 dapat dibaca di .

Atas