Penolakan warga Dayak di Palangkaraya yang dilakukan pada 11 Februari 2012 karena FPI akan meresmikan pembukaan cabang di kota Palangkaraya adalah hal menarik. Ditengah kemelut ketidakpastian keamanan dan jaminan kedamaian hidup di Indonesia, ikon cinta damai dan menolak organisasi-organisasi yang suka melakukan tindakan anarkis, baik secara lahir, maupun wacana. Yang jelas penolakan warga Dayak terhadap organisasi FPI tidak ada kaitannya dengan hari Valentine beberapa hari kemudian. Meskipun tampak dalam foto-foto kesiapan warga Dayak dengan membawa senjata tradisional, namun justru menunjukkan keseriusan warga untuk menolak para ahli pemicu pemecahan kerukunan beragama.
Kalimantan Tengah adalah benteng terakhir warga Dayak, setelah di mana-mana di belahan bumi Kalimantan didatangi dan dihuni oleh para pendatang dan budaya baru yang menghiasinya. Dayak cukup terkepung dan mengambil sikap untuk menarik diri, dalam mempertahankan lokalitas dan kearifan-kearifannya. Cukup menohok memang dengan slogan cinta damainya untuk menolak kedatangan FPI yang biasa tampil arogan dan berangasan.
FPI sebenarnya hanyalah organisasi setingkat dengan MUI yang dipaksakan dan dicitrakan oleh pemerintah. Seperti ketika keputusan-keputusan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan pemerintah menggunakan MUI sebagai referensinya. Sementara sebenarnya tidak ada hak istimewa secuilpun dari organisasi semacam itu untuk memberikan keputusan yang teramat tinggi dan harus dihormati. Karena masih ada lembaga-lembaga universitas yang demikian rigid dalam melakukan riset dan tentunya lebih cerdas. Rasanya memang banyak orang sudah muak dengan aksi-aksi orang yang merasa tercerahkan dan malah keblinger, seperti spanduk yang sangat melecehkan agama tertentu seperti ini: