Politik Fitnah dan Liberalisasi Capres di Sosial Media

 

Politik Fitnah dan Liberalisasi Capres di Sosial Media

Survei terhadap elektabilitas Joko Widodo - Jusuf Kalla vs Prabowo Subianto - Hatta Rajasa hingga 20 Juni 2014 masih menampakkan bahwa pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla semakin sulit untuk disaingi oleh kubu pasangan Capres Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Meski hasil survei dan belum sampai pada ujung kepastian pada 9 Juli 2014 pada saat pemungutan suara, hal ini memberikan dampak tertentu kepada Tim Sukses Pasangan Capres tentunya, selain dampak psikologis, pun akan membawa ke strategi-strategi baru untuk tidak mau tertinggal dalam persaingan mendapatkan hati rakyat Indonesia.

Elektabilitas Capres menurut 9 Lembaga Survei

Elektabilitas capres Jokowi-JK vs Prahara memang selalu berubah-ubah, namun Pasangan Prahara belum dapat menyaingi secara signifikan elektabilitas pasangan Jokowi - JK, seperti dilansir oleh begini:

Dari sembilan lembaga survei, ada tujuh yang menempatkan Jokowi-JK unggul. Tujuh lembaga survei itu adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Soegeng Sarjadi School of Government, Populi Center, Cyrus Network, Alvara Research, PolTracking Institue dan IndoBarometer. Sedangkan pasangan Prabowo-Hatta unggul berdasarkan survei oleh dua lembaga, yakni Pusat Data Bersatu dan Lembaga Survei Nasional (LSN).

Menurut pengamat politik yang juga peneliti di Populis Institute, David Alka, elektabilitas Jokowi-JK memang belum bisa dibendung oleh Prabowo-Hatta. “Karena unggul di mayoritas hasil survei,” ujar David di Jakarta, Kamis (19/6).

Apakah survei-survei itu valid? David menyarankan publik untuk melihat rekam jejak lembaga surveinya.

Menurutnya, jika ada lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo-Hatta maka sebenarnya perlu diragukan. “Itu bertentangan dengan fakta survei yang dirilis ke publik dengan tingkat kepercayaan yang dapat diterima secara akademis,” ucapnya.

Dengan tabel seperti ini:

Hasil Survei Elektabilitas Capres-Cawapres

Lembaga Survei Prabowo-Hatta Jokowi-JK
Soegeng Sarjadi School of Government 28,35% 42,65%
Populi Center 36,9% 47,5%
Lingkaran Survei Indonesia 38,7% 45%
IndoBarometer 36,5% 49,9%
PolTracking Institute 41,1% 48,05%
Cyrus Network 41,1% 53,6%
Alvara Research 29% 38,8%
Pusat Data Bersatu 31,8% 29,9%
 Lembaga Survei Nasional  46,6% 38,8%

Enam Aspek Pemilih Capres

Menurut lembaga survei Indo Barometer yang dituliskan oleh , para pemilih memiliki 4 aspek dalam , keempat aspek itu adalah kedekatan dengan rakyat, sederhana, tegas, dan berwibawa. Dan 6 aspek lainnya seperti pengalaman, pintar, tegas, bersih dari korupsi, pasangan yang cocok, dan berjiwa sosial, seperti dikatakannya:

Direktur eksekutif Indo Barometer M Qodari mengemukakan, capres nomor urut dua Joko Widodo (Jokowi) unggul dalam aspek dekat dengan rakyat dan sederhana. Sementara capres nomor urut dua, Prabowo Subianto menang dalam dua aspek, yakni tegas dan berwibawa.

“Jokowi dipilih dengan alasan dekat dengan rakyat sebesar 94,3% dan sederhana 98,7%. Sementara Prabowo dipilih dengan alasan tegas 93,6% dan berwibawa 72%,” kata Qodari saat memaparkan rilis hasil survei Indo Barometer bertajuk “Aspirasi Publik tentang Capres, Cawapres dan Tiga Skenario 9 Juli 2014”, di Jakarta, Selasa (17/6).

Sementara itu, untuk cawapres “selera” atau aspirasi terbesar pemilih, terkonsentrasi pada enam aspek besar, yaitu berpengalaman, pintar, tegas, bersih dari korupsi, pasangan yang cocok, dan berjiwa sosial. Qodari menyatakan, cawapres nomor urut dua Jusuf Kalla (JK) unggul dalam lima aspek. Sedangkan untuk aspek pasangan yang cocok, cawapres nomor urut satu Hatta Rajasa mengungguli JK.

Pengumpulan data dilakukan pada 28 Mei–4 Juni 2014. Survei dilaksanakan di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah responden 1200 orang, margin of error lebih kurang 3% pada tingkat kepercayaan 95%.

Trend Perbincangan di Sosial Media

Trend perbincangan di sosial media pun tak kalah pentingnya, karena kebanyakan para tim sukses menggunakan media gratis ini untuk berkampanye dan merilis topik-topik perbincangan yang membuat ramai dan mengelola opini masyarakat untuk mengarahkan pada capres yang didukungnya.

Kampanye 'head to head' dengan argumentasi yang pedas dan kadang ngawur membabi buta serta jauh dari logika, menjadi keberingasan tersendiri dalam ranah penggunaan Teknologi Informasi di Indonesia. Berbagai macam gambar editan palsu hingga berita-berita palsu merebak seakan menjadi suatu kebenaran, dan tidak kalah jauh dengan apa yang terjadi saat menggosip atau ngerumpi di dunia nyata. Karena sebarannya sangat cepat maka bisa dikatakan kampanye via media sosial memang berhasil bisa mempengaruhi orang-orang yang dahulunya apatis politik menjadi tertarik memperbincangkan capres atau justru malah sebaliknya juga.

Banyak pertentangan yang ada sehingga pertemanan di sosial media pun kadang memanas, apalagi jika ada akun-akun palsu atau tidak jelas yang tiba-tiba ada dalam perbincangan atau komentar. Entah berapa pertemanan yang hancur dalam sosial media karena kasus saling dukung mendukung dan fitnah memfitnah dalam periode kampanye Capres 2014 ini.

Grafik Tren Elektabilitas Capres 2014

 

Grafik Perbandingan Pendukung Jokowi - JK VS Prahara

Pada grafik yang ada di halaman depan Politicawave.com pun menunjukkan sentimen positif kepada pasangan Jokowi - JK masih lebih unggul dan stabil dibandingkan dengan pasangan capres Prahara.

Ada sesuatu yang agak biadab dalam penggunaan sosial media dan media teknologi informasi di Indonesia, gambarnya seperti di bawah ini. Ketika ada orang yang tak dikenal kemudian tiba-tiba memperolok-olok, menjelek-jelekkan bahkan mengkafirkan capres tertentu. Hal yang tidak biasa dalam budaya pertemanan di Indonesia. Fenomena ini menunjukkan ada sistem atau khalayak lain yang berasal bukan dari sistem budaya Indonesia mulai bermunculan di negeri ini. Cukup menjijikkan dan membuat kenyamanan orang berbincang di sosial media menjadi terganggu.

Contoh Perbincangan di Facebook yang menyakitkan hati

Brutal dan Kalap

Kampanye Pilpres yang hanya diikuti dua pasangan pada tahun 2014 ini sudah brutal dan kalap. Hal ini dikatakan oleh pengamat politik di . Ketidakmauan untuk kalah dan tidak siap kalah membuat segala cara dilakukan, baik dengan memfitnah ataupun membuka-buka luka lama, entah lukanya siapa juga tidak jelas. Hasut-hasutan yang masih seputar wacana ini memang cukup mengkhawatirkan, karena akan menjadi bara api nanti ketika pemerintahan baru sudah terwujud.

Arbi sanit di Kompas

Atas