Nyinyir tentu saja adalah bakat terpendam setiap orang. Bila tidak dapat dikatakan sebagai bakat terpendam maka nyinyir adalah potensi masyarakat untuk berekspresi. Ekspresi bisa dilihat dan dirasakan oleh lain melalui proses tertentu yang kemudian membangkitkan persepsi terhadap nyinyir tersebut yang bisa menyulut respon baik positif maupun negatif. Ekspresi tersebut akan diolah untuk kemudian disikapi sebagai nyinyir atau pernyataan jujur. Dalam hal ini perpecahan makna terjadi karena berbagai hal dan salah satunya adalah pengalaman atas peristiwa yang menjadikannya referensi untuk menilai ekspresi tersebut sebagai sebuah kenyinyiran ataukah apresiasi terhadap sesuatu.
Nyinyir antar Kubu
Nyinyir dianggap bersifat minor atau negatif. Meski untuk berbuat nyinyir pada awalnya diperlukan kreatifitas namun dalam perjalanan waktu, ekspresi kenyinyiran akan melambai dan berkibar-kibar seperti bendera yang tertiup angin, alian spontan dan tanpa pikir panjang. 'Yang penting nyinyir!!!', hal inipun semakin meriah karena dalam berita-berita atau media sosial diberikan kolom komentar, yang pada awalnya dulu di jaman Orde Baru, komentar pun sudah dianggap negatif. Kata 'komentar' sudah menjadi barang yang sangat mengerikan apalagi jika berani mengomentari kepala negara. Kepala sendiri menjadi taruhannya untuk melakukan komentar terhadap apa yang dilakukan pemimpin negara, atau keluarganya, atau para pemimpin tinggi dan pejabat di negara ini.
Bahkan ada sebuah tulisan di salah satu portal yang menyoroti bahwa apapun dapat dikomentari oleh orang Indonesia saat ini, mungkin ini adalah akibat dari represi Orde Baru maupun warisan sejak jaman penjajahan hingga masa kerajaan dahulu dimana rakyat atau setiap orang sangat terbelenggu untuk berbuat 'Nyinyir' dan mengekspresikan aspirasinya kepada siapapun.
Nyinyir saat ini seperti koor, bahkan seperti terkoordinir. Sebagaimana kita tahu tentang fenomena Pilpres 2014 yang menyisakan lambe-lambe turah untuk saling serang antar kubu pendukung calon presiden. Kekompakan masing-masing kubu bahkan dapat dimanfaatkan oleh kekuatan anti demokrasi maupun kelompok 'hardener' atau 'garis keras' yang memiliki agenda sendiri, bahkan bertentangan dengan konstitusi negara.
Nyinyir pun mengubah koor menjadi koar-koar yang seperti dikomandoi, koor koar-koar inipun sangat seru. Dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan tinggi hingga para pengekor yang mendapatkan wejangan bathin di lokasi-lokasi tertentu. Koor koar-koar inipun sempat mendapatkan tempat terhormat pada masa Pemilihan Gubernur Jakarta 2016 sehingga praktis pilkada-pilkada lainnya seperti hanya dilakukan secara senyap, karena hingar-bingar panggung koor koar-koar yang mengharubiru dan semakin membuat kompak kubu-kubu yang berseteru dalam hal saling berkoar.
Nyinyir Melambai
Nyinyir yang berangsur-angsur menjadi ngawur adalah beredarnya nyinyir yang berasal dari berita hoax. Karena saking ngehitsnya nyinyir hingga bermunculan berita-berita hoax yang berasal dari pernyataan-pernyataan, foto hingga video-video yang diedit sedemikian rupa untuk dijadikan sebagai bahan bakar pernyinyiran. Tidak dapat dipungkiri sangat terlihat nyinyir yang bergerak massal bagai pasukan yang sedang melakukan march tidak lepas dari framing dan perencanaan matang seperti yang dilakukan agensi-agensi iklan maupun buzzing sosial media. Nyinyir seakan seorang manusia yang tampan atau cantik dan berjalan melambai-lambai menarik perhatian banyak orang untuk mengikuti gayanya.
Agensi-agensi pernyinyiran pun melambai-lambaikan uangnya untuk memviralkan berbagai aksi nyinyir yang akan dibalas dengan kenyinyiran lainnya. Tidak sedikit para aktivis dunia maya pencari uang besarpun membuat situs-situs informasi yang memanfaatkan kesempatan tersebut. Tidak main-main dari beberapa yang sudah ditangkap oleh Polisi mereka membuat situs informasi produk nyinyir dari kubu-kubu yang berlawanan. Mereka menjadi dalang informasi palsu dan melakukan bak adegan-adegan Bharata Yudha memanfaatkan kekurangan referensi, kemampuan cek dan ricek, para pendatang baru pengguna internet, hingga kuota internet yang seperti barang mewah sehingga terjadi peredaran informasi hanya berdasarkan judul artikel saja. Meski bagi pengguna ahli sosial media adalah hal yang lucu dan tak masuk akal, penggunaan frasa 'A satu' yang lama digunakan, meniru militer, pun seperti dianggap sebuah berita dengan fakta dan data nyata.
Nyinyir Kepolen sampai Nyonyor
Dirijen-dirijen nyinyir sangat dikenal di alam sosial media. Mulut-mulut yang haus dan lapar akan berita palsu dan nyinyir semakin bertambah banyak. Bahkan seorang blogger dulu yang dikenal dengan Jonru pun harus ditangkap polisi karena diadukan dengan dasar-dasar pasal tertentu, utamanya adalah ujaran kebencian - hate speech hingga pencemaran nama baik. Pasal-pasal dalam UU ITE yang pernah diperjuangkan untuk dihapuskan seakan menemukan momentumnya untuk membuat nyinyir menjadi nyonyor karena dikasuskan dengan pasal-pasal tersebut. Kebebasan berekspresi tentu sangat terancam.
Nyinyir kepolen, terlalu nyinyir dan nyinyir bertubi-tubi mengubah DNA bangsa pada saatnya nanti, gegar informasi hingga mual perut karena seakan tak bisa lagi mengunyah memproses informasi yang bersliweran, tak bisa lagi mempercayai bahkan membedakan mana informasi valid atau informasi ngawur. Akan muncul banyak perlawanan, namun juga tak bisa dihindari berbagai perlawanan ngawur, asal melawan menjadikan distorsi informasi yang semakin jauh, dan semakin sulit untuk membangun kesepahaman dan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Memang pada saatnya nanti akan datang masa seperti itu setelah para juragan fitnah turun banting stir mengambil logistik dan amunisi fitnah yang termodifikasi menjadi fitnah yang lebih jitu.