Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat merupakan salah satu demokrasi yang saya ingat dan saya dengar ketika masih sekolah dasar beberapa abad yang lalu. Diambil dan diadaptasi dari kata "demos" yang berarti rakyat dan cratein/cratos yang memiliki terjemahan pemerintahan (persis di http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi). Negeri begajul telah sukses mengadakan tugas demokrasi beserta pestanya sejak puluhan tahun yang lampau. Namun karena tidak adanya kejelasan dalam sebuah demokrasi bahkan dalam dunia pendidikan itu sendiri, sehingga masih banyak kecurangan dalam pelaksanaan perebutan lobang kenikmatan dalam bentuk kursi kekuasaan beserta semua yang mengikuti dibelakangnya. Sehingga banyak bentuk saling curang dan menghalalkan segala cara ini diakui sebagai sebuah kewajaran dan hanya beberapa kelompok atau pemerhati tertentu yang makin muak, namun masih menggembirakan juga peningkatan dalam paradigma bukan sekedar golput yang bagaimanapun tetap dianggap sebagai pengkhianat demokrasi, hanya karena peduli dan harapan yang lebih baik.
Sebenarnya jika jeli dalam melihat fenomena wayang seorang warga terpuji pimpinan sebuah lembaga penangkap tikus negeri begajul yang pernah diulas meski masih abu-abu di Majalah Tempo minggu yang lalu. Uang, koneksi dan praktek permafiaan memang sedang menggumuli dan menjilati bagian-bagian vital gadis pertiwi yang tambah seksi dan menggiurkan, terutama kekayaannya meskipun minus dalam laporan anggarannya. Praktek-praktek seperti ini tentunya bisa saja digeneralisasikan segera melihat perkembangan yang tidak mengenakkan akhir-akhir ini, terutama dalam hal-hal perawatan barang-barang inventaris milik negeri begajul, dan warga negara pun hanya bisa melongo, mengelus dada dan menangisi hak-haknya yang sepertinya sangat jauh untuk dapat segera dipanen meski di ladang sendiri.
Sebagaimana semangat kebangkitan bangsa yang harus diingat usaha-usaha untuk merajut akar-akar kebangsaan negeri ini, maka rakyat haruslah mulai memanggil jati dirinya untuk bisa menguasai kembali dan menendang para begajul yang telah memperkosanya. Pergerakan ini memanglah panjang dan terlampau muluk-muluk sekali bahkan mungkin hanya sebuah mimpi basah disiang hari lagi, namun ketika para siluman sadar tentang nasionalisme dan hak-haknya sebagai warganegara segera bergentayangan memberikan pencerahan-pencerahan dalam bentuk tulisan, perilaku maupun ala virus trojan yang bermuatan positif tentunya. Kesadaran-kesadaran baru tentang mengapa konflik harus terjadi, mengapa demokrasi harus dibiayai oleh negara, mengapa harus golput, mengapa harus memilih, mengapa berpartai dan lain sebagainya adalah sebuah pertanyaan yang kadang selalu mengganjal di otak para pemerhati nasib penghuni negeri sendiri, yang sekarang sudah terhempas kepemilikannya.
Negeri yang sudah memiliki hutang ribuan trilyun ini haruslah segera sadar ketika dalam pelaksanaan kontes-kontes kekuasaan, haruslah langsung memakai uang rakyat sendiri, dikelola oleh rakyat yang mandiri diluar kekuasaan yang ada sebagai sebuah komite bukan sebuah komisi yang muncul dari peternakan partai yang ada. Bukan dari uang hutang, apalagi kas negara, maka siapapun yang ikut memilih harus membayar bukan dibayar untuk memilih. Lembaga besar yang sakit ini harus segera disembuhkan, hanya orang sakit mental sajalah yang mau menerima uang untuk memilih kandidat tertentu, entah apa namanya dari sakit, untuk sakit, oleh sakit, sakit kok dipelihara. Pendidikan politik haruslah dimunculkan kembali entah dalam bentuk apa, agar masyarakat memiliki platform-platform yang definitif dan sanksi-sanksi pelanggaran yang muncul secara alamiah. Entah dalam bentuk politik kesejahteraan, kesejarahan, atau apalah sehingga memiliki tawaran yang jelas kepada calon-calon legislatif, eksekutif maupun presiden. Karena kesadaran akan pentingnya nilai-nilai ini mungkinkah warga negara sanggup untuk membiayaai pemilu-pemilu tanpa anggaran negara namun dengan alokasi khusus dari kocek masyarakat sendiri, untuk menciptakan kesetararaan nilai tawar bersama yang nyata. Sehingga para begajul yang menggunakan kekuasaannya saat ini akan mati kutu, karena meskipun dia orang nomer satu namun adalah masih seorang pekerja yang dibiayai oleh kocek kita sendiri yang nyata-nyata tertulis sumbangannya, sehingga menciptakan masyarakat yang sehat dan tidak mudah dibuat sakit mental politiknya.