selamatan bumi, maukah anda?

 

selamatan bumi, maukah anda?

Kehidupan dunia memang tidak ada yang abadi, semua akan datang silih berganti. Percayakah bahwa kehidupan yang tidak abadi di dunia akan selalu terbatas, dibatasi dengan ide-ide, terangkum dalam semesta ide yang luas namun terpilah-pilah dengan kategori dan kotak yang kadang saling menistakan satu sama lain. Bukankah manusia dalam kemanusiaannya sendiri mencoba untuk selalu terbebas dari semua akar dan sekat untuk membebaskan diri dari kungkungan, meski kungkungan tersebut kadang adalah sebuah pesta, pesta yang melenakan, hingga tidak paham berapa harga dan biaya terbuang sia-sia. Apalagi pesta yang digelar sedemikian rupa buruknya hingga tidak ada hasil yang mencerahkan bagi pengikutnya selain rasa nikmat atas onani kepuasan menjadi sederajat bersama para selebritis. Selebritis dan priyayi yang dimanapun akan sama tingkah polah dan sajen yang diperlukan untuk mendatangkan kenikmatan sesaat dan semu belaka, setelah itu habis dan hilang tanpa meninggalkan jejak dan sumbangsih yang berarti bagi perikehidupan kemanusiaan selain wacana dan hingar bingar kepuasaan dari persepsi diri. Tidak lebih.

Sampai sejauh mana jargon 'berbagi dan berekspresi' ketika hanya menemui kekosongan sebatas pulsa internet, hasutan, dan layar monitor yang dipenuhi dengan animasi serta lekuk-lekuk logo tak bertuan. Seakan peradangan emosi terkulai layu mendengar alunan tehnik-tehnik menulis maupun berSEO atau layu ketika bercinta dengan sebuah jaringan berbagi perasaan. Sebuah perasaan yang diungkapkan dengan kata-kata yang meluncur dari jari jemari, laksana petani yang menanam sawah namun hanya diberikan dan didiamkan saja, hingga akhirnya dimakan virus kutu loncat atau di kopi paste untuk merayu seorang cewek kesepian yang rajin datang melawat melalui dunia maya, dunia tak tersentuh dan sebuah dunia yang tidak nyata. Namun bisa diuangkan dengan cara-cara aneh dan dipermasalahkan untuk menutupi isu-isu lain dalam masyarakat maya, yang asosial dan tak punya kontribusi langsung selain kemalasan bersosial mengejawantah dalam tingkah polah tolol maki memaki dalam huruf-huruf yang seakan bisa menerangkan siapa penulisnya.

Itulah kehidupan orang kota, dimana tetangga sudah tak diketahui lagi mana pintu rumahnya, atau masihkah mereka mandi junub setelah pulang dari salon. Rumah-rumah yang tidak kelihatan lantaran kalah tinggi dibandingkan pagarnya, pun masih dijaga dengan seseorang yang dibayar untuk berteman dengan anjing penjaga, hingga nggak jelas mana yang anjing dan mana yang penjaga. Masihkah mereka memiliki hati, ketika siapapun melihat mereka menabung ke bank dengan uang dari rampasan dan guguran pohon-pohon jati ataupun dari penghematan pengeluaran biaya instalasi pengolahan air limbah, demi sebuah angka dalam buku atau isi kartu yang selalu dijaganya lantaran bagaikan kunci pintu yang menuju ke banyak tujuan.

Lain halnya orang ndeso selalu menjadi korban ketidaktahuan sendiri, mengapa air sumur di belakang rumah kian tahun rasanya berbeda, dan mengapa setiap tahun sekali harus mengeruknya agar mendapati air tanah. Tidak pernah lagi bisa berpikir kenapa badannya semakin lama semakin lemah, ataukah serangan penyakit yang kian lama kian kuat, tidak ada yang tahu selain hanya memahami bahwa panasnya udara dikampung lantaran banyak pohon tinggi yang sekarang menjadi baru dan kecil, atau malah tidak memahami ketika menebang pohon untuk mencukupi kehidupannya sendiri adalah juga membunuh anak cucunya sendiri. Serta mengapa air itu tak pernah mau singgah namun hanya lewat dan menggenangi semacam kumpulan rumah manusia yang dinamakan kota dan sama sekali tidak kelihatan ada sejengkal tanah karena jalan, selokan dan halamannya ditutup semen, demi sebuah pemandangan indah dan kebersihan.

das bengawan solo

Kerusakan atas nama keindahan dan kebersihan sangatlah kontradiktif dan sulit untuk dipahami. Mungkin karena sebuah piala bergengsi bernama adipura, atau lantaran sudah jijik melihat hijaunya rumput yang setiap bulan harus dibersihkan. Namun bahwa apapun harus dikerjakan bukan hanya untuk sekedar berpesta namun memestakan lingkungan hidup adalah sebuah khasanah keindahan tersendiri membahagiakan manusia dan bumi sendiri sebagai semesta kehidupan. Warga blogosphere tentunya yang selalu bergelut dengan informasi tercepat selain intelijen negara tentunya, haruslah mampu dan bersedia menjadi tonggak terdepan untuk menyelamatkan semesta kehidupannya. Bukan hanya dalam alam sirna kenyataan di blogosphere namun dalam sebuah aksi nyata untuk berkontribusi nyata memberikan tetes air dan kebahagiaan bagi ibu bumi tercinta. Betapa Jawa secara nyata permukaannya berubah dari detik demi detik, dan teriakan bengawan solo yang menyayat hati, bagai kereta yang lolos dari relnya, ketika air mengalir sampai jauh tanpa ada arah dan haluan yang jelas.

Avignam jagad samagram, maukah bersikap?

Atas