Selamat Idul Fitri 1431 H

 

Selamat Idul Fitri 1431 H

Entah ada energi apa, setelah sebulan berpuasa, merasakan dahaga, lapar dan kepasrahan, diliputi keterbatasan, dimana pikiran dan hati terkonsentrasi pada satu kata 'puasa'. Semudah setiap mulut mengucap, hanya menahan lapar dan dahaga dari pagi hari hingga sore hari matahari tenggelam ke pangkuan malam. Tiada terbersit sesuatu yang berat dan menyengsarakan. Namun ketika itu diperintahkan meskipun oleh sang penguasa langit dan alam semesta. Jutaan harap dan reaksi sebagai manusia pastilah bermacam-macam dengan bermilyar interpretasi yang muncul dari indera hingga diramu dalam adonan benak yang akan memiliki suara bermacam-macam, dari jumbuhnya kepasrahan hingga pemberontakan, mengapa harus ada.

Bukan hal penting lagi untuk menanggapi hal tersebut, untukku agamaku untukmu agamamu, terserah apa yang kau dengar, kau pahami, atau terbersit dalam otak maupun hatimu. Tiada respon ataupun tanggapan, toh itu semua ada dan dari diri manusia sendiri, mau menghormati, mencaci, memberontak, menjelek-jelekan, atau bahkan menghujaninya dengan derai airmata syukur, hmmm.. siapa yang mau tahu. Itu urusan anda, untukku agamaku untukmu agamamu, siapa kamu siapa saya, sudah tak penting lagi, semua memiliki hak dan posisi tawar yang sama, hanya dihadapan sang penguasa semesta, sebab di dunia semua menjadi beda dengan syariah yang dibuat sendiri atas kuasa pikiran dan kepentingannya sendiri. Andalah diktator untuk anda sendiri.

Sangat tidak penting mungkin saat ini, lelaku-lelaku tersebut, dengan dibandingkan apa yang diperoleh dari keilmuan yang didapat dengan sangat berat dalam didikan formal yang jelas acuan serta indikatornya akan super beda ketika tidak mau disamakan atau digeneralisasikan. Tergantung konteks, konteks dan sekali konteks, bahkan ketika banyak kalimat dari buku suci yang selalu dan selalu saja menjadi sumber cahaya tiada habis, ataupun sumber pertengkaran dan diskusi yang selalu saja mengalir seperti sungai atau derasnya hujan yang mau tidak mau juga turun dari langit, seberapa pintar bisa dianalisa bahwa itu adalah uap dari laut yang dipanaskan matahari menjadi awan untuk kemudian luruh lagi menjadi air dalam bentuk hujan,..

Zakat fitrah sekalipun, sudah menjadi bukan keajaiban pahala langit, karena harus dikelola untuk kemudian menjadi pengentasan kemiskinan dan lain sebagainya hingga ada dua kutub, penerima, pengelola dan pemberi zakat. Sedemikian miskinkah nurani bisa memahami sesuatu yang memiliki makna dibalik makna, bahkan hingga bisa di orat-arit pun memiliki makna dibalik makna dari yang terluar hingga yang terdalam sekalipun, tanpa batas, karena batasnya adalah diri kita sendiri, untuk orang lain mungkin bisa lain dan bisa lebih, atau juga lebih dangkal. Sangat tidak adil mungkin, namun untuk apa kita menulis keadilan dengan kata yang penuh huruf kapital, ataupun harus dilumuri dengan darah, karena pemaknaan hanyalah sebuah pemaknaan belaka, yang tidak membuat perut kenyang terkecuali bisa diubah menjadi makanan yang lezat dan mengundang selera.

Terserah pribadi akhirnya semuanya akan kembali, pada pribadi yang diberikan cahaya dari dalam hati dan segala buah pikirnya dengan sebuah nyawa yang asalnya adalah ruh, kemudian nanti akan menjadi cahaya untuk kemudian sirna, hilang entah kemana, karena memang hanya sirna, menjadi sebuah wujud sejati yang bahkan bukan pribadi itu yang memilikinya. Maka teriring dengan segala keterbatasan dan ketidaktahuan, yang hanya dilimuti dosa dan kesalahan, saya mengucap Mohon maaf atas semua kesalahan baik yang dipahami ataupun yang tak dipahami, hanya satu yang jelas memang, bahwa permohonan maaf ini di lampiri dengan permohonan petunjuk untuk kedepan tidak mengulangi lagi kesalahan serta mohon untuk diberikan petunjuk bagaimana memperbaikinya, tidak hanya karena 1 syawal 1431 H, namun atas harapan yang lebih jauh lagi. Amin dan terimakasih atas persahabatan yang selalu saja indah.

mesjidhijau

Atas