Bahwa kehidupan dan apapun yang kumiliki seluruhnya hanyalah milikmu, tiada arti diri tanpa pengakuan dan penerimaanmu. Bukan hal yang sederhana dan mudah untuk menemukan dirimu, perjalanan panjang, pahit getir kurasakan, bahkan banyak kesempatan harus terlewat demi memahami keberadaan dan sejatinya engkau. Meski belum kau tampakan dengan jelas penerimaan dan pengakuan biarlah hari demi hari dan detik selalu penuh dengan pelajaran untuk memahami apa arti antara aku dan dirimu. Bukan tuhan yang menentukan disini namun perjalanan yang akan membawa kita ke sebuah aras yang sama, dalam persepsiku entah persepsimu sebab dalam hal ini aku bukanlah apa-apa dibandingkan denganmu, hanya engkau yang bisa menilai dan memilih dan sekali lagi tuhan tidak terlibat disini.
Bahwa tuhan adalah kita dan kita adalah tuhan, sudah bukan jamannya lagi untuk dibicarakan sebab hanya akan membawa fitnah bagi kita dari mereka yang telah jauh berjalan entah kemana. Atau bagaimana jika tuhannya sekarang adalah engkau saja, engkau yang katanya selalu disembah banyak orang itu, yang entah mengapa mereka bisa mengenal engkau, janganlah kau buat diri ini cemburu karena banyak orang yang mencintai engkau, namun apakah dengan sebutan yang sama mengarah ke pribadi yang sama, entahlah, ah ini hanya omongan sampah kata saya kepada diriku sendiri yang eksistensinya pun entah berada di titik embun daun sebuah pohon yang tidak ketahuan tempatnya.
Bukan, bukan itu engkaupun tak boleh menyebut dirimu tuhan, tuhan yang berada dihatimu, hah.. bukankah dia dimana-mana, hingga orang-orang itu selalu bersahutan seperti dikomando untuk memanggilmu bukankah, itu sama sekali tidak logis kecuali harus mempercayai fiksi-fiksi aneh tersebut. Diriku ingin yang nyata saja, yang memiliki sejarah, sejarah yang tidak dibuat-buat, sejarah yang mengalir, bukan hanya semacam kepercayaan tentang trahing kusumo rembesing madu, namun sebuah sejarah yang lebih nyata dari itu. Sebab bagaimanapun juga sebagai insan lengkap dengan pancaindera haruslah bisa sinkron penerimaan antara indera-indera tersebut tidak boleh ada konslet yang membingungkan dan tidak nyambung.
Juga sebenarnya bahwa cerita cinta pada beberapa bulan ini bukanlah sebuah kekeliruan atau kebetulan, namun kutahu bahwa itu hanyalah rasa cemburu di hati, cemburu akan betapa banyak insan yang belum merasakan sebuah tetes embun kehadiranmu sehingga harus bertualang kesana kemari dan dengan bijakasananya pun engkau berikan kasihmu melalui insan lain, ataukah itupun muncul karena tipisnya pengetahuan akanmu sehingga ketika mereka bercintapun tidak pernah tahu bahwa itu adalah awal dari azab dari pancingan kenikmatan, oh betapa sulitnya menggapaimu. Belum macam lainnya yang menyakiti diri dengan berlapar-lapar, bahkan juga ada yang kelaparan beneran, apakah mereka semua mendapatkan hidayah dan restumu, hmm,... kau memang berada pada sebuah tempat yang segala anganpun tak bisa mencapainya namun juga pada logika-logika awal dimana kau dengan tegas berada dan terwujud.
Dihari-hari inipun diri hanya bisa mengenang betapa lingkaran-lingkaran keluarga penuh cinta tersebut dihancurkan pada masa yang lalu hingga sekarang, dan harus berusaha untuh survive, meski memang keagungan-keagungan itu pada logika awal memang banyak diadopsi namun pada perkembangannya menciptakan banyak kerancuan hingga menyebabkan ratusan peristiwa penghilangan nyawa manusia. Memang mereka tidak berhak mengadopsi cinta tulus lingkaranmu mereka tidak akan pernah dapat memahaminya tanpa embel-embel kepentingan, mereka memang tidak memiliki trah akan cinta yang suci, mereka hanyalah tukang fotokopi dan para ekspatriat cinta demi kantong perut dan kuasa bahkan tak pernah memikirkan masa depan anaknya sendiri karena memang tidak pula diakuinya eksistensi anak-anak dan istri-istrinya hanya demi mencari surga dengan bidadarinya, itupun entah surga yang mana. Ternyata mereka hanyalah para pencemburu dan tak lain adalah musuh kita bersama.
Kadang kau mewujud dan sangat dipahami oleh para perawan-perawan, kau lindungi diri mereka hingga kau biarkan mandiri setelah saatnya tiba. Ketika mereka telah mampu dan menyadari akan kehidupan dan dunia serta kau hadiahi pula mereka dengan keahlian-keahlian cinta demi keturunannya. Namun kadang kau tak pernah merengkuhnya lagi meski setelah itu mereka menyadari kekeliruannya, dan bahwa sepenuhnya tanggungjawab sepertinya sudah selesai, bukankah itu tidak benar sama sekali. Sangat banyak permasalahan ketika pintu itu kau buka dengan hirarki hijab dan ribuan pintu didalamnya, apalagi ketika memang banyak pencoleng yang tak melalui pintumu mendengar dan menyabot informasi bahkan dengan gagah perkasanya mereka menyadap bahkan mengklaimnya menjadi paten yang dimilikinya.
Namun sebagaimana watak pencoleng yang suaranya diperdengarkan kepada jutaan pemirsa, dengan entengpun dia tak mengakuinya, sebagaimana para jejaka yang memiliki anak dengan para perawan lantaran hawa nafsu yang menggelayutinya ketika mengunduh buah kenikmatan bukan dari pintumu. Mungkin pula saat ini mereka duduk di kursi-kursi penguasaan bumi di banyak negeri, meski jadi bahan tertawaan tetap saja para anjing itu bisa bertahan dengan manis sebagaimana hasil meditasi yang diceritakan para punggawa sastra puluhan abad yang lampau, yang secara implisit memberikan sinyal bahwa memang sudah dekat masa ketika kehidupan harus segera digulung kembali layarnya, ketika jutaan orang melihat kebohongan namun tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasinya. Juga ketika dunia tak bisa bergeming ketika para pimpinan bangsa yang satu kakinya berdiri di surga sementara satu kaki lainnya menginjak neraka dengan pongahnya meluluhlantakkan kota-kota yang dibangun atas nama cinta demi segumpal receh yang dibalut nama tuhan.