Mengapa banyak orang desa pindah ke kota, salah satu sebabnya adalah pendidikan. Selain karena di kota banyak pabrik dan praktek perburuhan (penerimaan buruh tenaga kerja). Pendidikan memang tidak mengarahkan para siswa peserta didik untuk menjadi pemimpin. Pendidikan hanya memberikan Pe Er yang membuat pusing anak didik dan tergantung dari soal yang diberikan hari ini, esok dan esok selanjutnya.
Sudah banyak eksperimen tentang pendidikan di Indonesia dari mulai perubahan kuriikulum yang katanya 'Link and Match' (ngelink dan match jadi pegawai) hingga mau diubah menjadi tematik integratif. Semuanya secara teori baik namun ketika tidak bisa dipraktikan dengan mudah memang menjadi persoalan, entah pada aparatus pendidikan, sistem pendidikannya atau uang yang diberikan oleh negara untuk membiayainya.
Pun saat ini guru-guru selain harus mengajar harus disibukkan dengan yang namanya sertifikasi yang memiliki iming-iming perbaikan dan penambahan insentif penghasilan. Lumrah jadinya ketika guru-gurupun akhirnya mementingkan penambahan penghasilan daripada output anak didik yang mumpuni.
Ada pula ontran-ontran baru dari bupati Gowa Sulsel yang akan mempidanakan Kemendikubud jika akan melakukan UN pada tahun 2013, pertanyaannya adalah mengapa harus menunggu sampai tahun 2013?
GOWA, KOMPAS.com - Bupati Gowa H Ichsan Yasin Limpo akan menempuh jalur hukum jika Kementerian Pendidikan Nasional tetap menggelar ujian nasional (UN) tahun 2013 mendatang. Penyataan Ichsan diungkapkan di depan ribuan guru yang memperingati hari guru yang dirangkaikan peringatan HUT Ke-67 PGRI di gedung Haji Bate, Kecamatan Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (17/12/2012)."Saya akan mempidanakan Kemendikbud (Kemendiknas, red) jika tetap melangsungkan UN tahun 2013 mendatang," tegasnya.Menurut adik kandung Gubernur Sulsel ini, pelaksanaan UN dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 45 dan juga UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Selain itu juga, ia menilai pelaksanaan UN terkesan hanya menghambur-hamburkan uang negara."Bayangkan saja, setiap tahunnya, negara harus menggelontorkan uang sekitar Rp 480 miliar hanya untuk membiayai pelaksanaan UN tersebut. Angka itu belum termasuk biaya pelaksanaan ujian paket yang jumlahnya mencapai angka triliunan rupiah," ungkapnya.Ichsan menambahkan, jika sekiranya anggaran UN dan anggaran untuk pelaksanaan ujian paket tersebut dialihkan untuk peningkatan kualitas guru dan juga pendidikan, akan jauh lebih baik dan bermanfaat."Selain terkesan menghambur-hamburkan uang negara dalam jumlah yang tidak sedikit, pelaksananan UN juga sekaligus membuka jalan bagi guru untuk masuk ke neraka karena kecurangan yang dilakukannya dalam membantu siswanya pada saat UN. Kecurangan ini hanya bisa kita berantas dengan menghilangkan UN," tegas Ichsan.Editor :Farid AssifaJAKARTA, KOMPAS.com — Meski muncul banyak kritikan terhadap kurikulum baru yang akan diterapkan pada pertengahan tahun 2013 mendatang, pendekatan berbasis tematik integratif yang ditawarkan tetap diapresiasi. Namun, dengan pola pendekatan pendidikan semacam ini, bentuk evaluasi kepada siswa semestinya juga tidak lagi ketat.Praktisi pendidikan dari Universitas Paramadina, Abduh Zein, mengatakan bahwa metode tematik integratif ini membuka peluang guru dan siswa untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang tema bahasannya. Anak-anak juga bebas mengobservasi dan mencari tahu sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapi."Metode seperti ini tanpa batasan dan dinamis sehingga akan jadi persoalan jika ujian nasional (UN) masih dijadikan alat evaluasi," kata Zein saat Focus Group Discussion Menyoal Kurikulum 2013 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (14/12/2012).Ia mengungkapkan bahwa jika tetap dipaksakan mengevaluasi siswa dengan sistem UN, konsep kurikulum yang digagas saat ini hanya akan sia-sia. Pasalnya, guru tak akan bisa dengan bebas mengembangkan tema bahasan karena ada koridor yang harus diikuti agar anak-anak bisa mengerjakan UN dengan baik."UN itu sangat rigid. Kisi-kisinya ada dan umumnya yang keluar soalnya seperti itu sehingga guru mau tidak mau ikuti saja. Kalau begini, apa yang berubah," ujar Zein.Untuk itu, sejalan dengan perubahan kurikulum, UN mestinya bukan lagi menjadi pilihan pemerintah untuk melakukan evaluasi pendidikan bagi para siswa di tiap jenjang. Pemerintah harus mulai mempersiapkan formulasi baru untuk alat evaluasi siswa menyesuaikan dengan metode pembelajaran pada kurikulum baru.Editor :Caroline Damanik
Pendidikan ketika meninggalkan kearifan lokal dan kebutuhan lokal yang sangat berbeda dengan kebutuhan nasional karena membutuhkan proses yang tidak boleh melompat. Maka hasilnya adalah anak didik menjadi melihat terlalu jauh dan tidak melihat permasalahan dan potensi yang ada di depan matanya di Desa. Atau mungkin ini menjadi tanggung jawab orang tua, atau mungkin juga tidak perlu sekolah yang seperti itu.
Ketika Desa (yang waras) bisa memberikan kurikulum yang lebih berpihak pada pembangunan di Desa, apa salahnya jika hal tersebut bisa dilakukan. Sehingga tidak harus berbondong-bondong menuju ke kota atau luar negeri untuk mencari nafkah, namun menjadikan desa menjadi sebuah kebudayaan yang baru dan berkembang. Sesuai dengan kebutuhan dan bisa mendapatkan penghasilan tanpa harus melupakan tempat lahir yang justru sangat penting untuk dibangun dan dikembangkan.