Negeri Begajul saat ini merayakan kemerdekaannya yang ke 69 dalam situasi yang berbeda. Memang masih ada upacara bendera dan tirakatan menyukuri kemerdekaan yang diberikan Allah SWT kepada negeri tersebut. Negeri yang seharusnya kaya raya ini masih memiliki banyak warga miskin dan persoalan yang ruwet karena kelakuan begajulan orang-orang yang memiliki akses kekuasaan, dan berbuat semena-mena demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sebutlah permasalahan suksesi kepemimpinan negeri yang disebut dengan pemilu Presiden. Baru sekali ini ada permasalahan yang meski belum berkepanjangan namun menjadi hal yang menarik karena adanya fanatisme kepada calon pemimpin negara dan hal ini sepertinya berada di luar akal sehat. Berbagai upaya dilakukan, apa yang menjadi kejelekan sendiri bahkan di tujukan kepada pihak lain untuk memfitnahnya.
Entah mengapa istilah yang biasanya digunakan untuk kategori pelanggaran HAM berat seperti yang dilakukan Presiden Orde Baru untuk memberangus Partai Komunis Indonesia dan pembunuhan massal pada tragedi 1965 yang dikalsifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat karena memenuhi prasyarat Terstruktur, Sistematis dan Masif justru digunakan sebagai dakwaan kecurangan Pilpres 2014 kepada kubu satunya karena menang dalam perolehan suara, dianggap seperti kategori pelanggaran HAM berat yaitu Terstruktur, Sistematis dan Masif, TSM.
Berbagai isu yang ada dalam pelajaran sejarah negeri begajul dimunculkan seperti orang Komunis, Syiah, China dan sebagainya yang mencoba untuk memecah belah rasa aman masyarakat negeri begajul yang masih menyimpan trauma karena perang dan pembunuhan antar saudara karena keyakinan politiknya dimunculkan kembali dengan informasi-informasi yang disusun sedemikian rupa ditambahi dengan isu-isu keagamaan yang sangat sensitif.
Sudah jamak dan memang harus begitu ketika berada dalam sebuah sistem kenegaraan, ketika mengikuti atau menjadi kadidat calon presiden harus ditentukan oleh komisi penyelenggara pemilu yang sudah disepakati, dan dengan aturan main yang ada. Namun ketika kemudian kalah dan tidak sepakat dengan sistem tersebut, apalagi justru menganggap adanya kecurangan atau penyelenggara pemilu yang tidak benar. Cukup membuat banyak pikiran dan kepala yang tersentak kaget, orang macam apa yang bisa menganggap hajatan negara sebagai sebuah permainan belaka. Efek dari hal ini adalah semakin turunya nilai kepercayaan kepada sistem kenegaraan yang masih dalam masa transisi setelah tumbangnya rejim orde baru. Masalah ketidakpercayaan yang akan ditarik kesana-kemari untuk memecah belah dan menghancurkan apa yang sudah dibangun dengan susah payah, karena menjamurnya kasus-kasus praktek kenegaraan yang jauh dari keadilan, dan permasalahan kesejahteraan rakyat yang tidak pernah dihadiri oleh negara, secara sadar.
Isu agama seiring ketegangan di Timur Tengah tempat banyak orang garis keras menyekolahkan anaknya, dan banyaknya pengaruh indoktrinasi agama yang keras dan dibenturkan dengan rasa KeIndonesiaan, membuat banyak orang yang berpikir memilih keputusan atas dasar agama, kemanusiaan ataukah cara-cara kenegaraan yang ada di sini. Pemikiran yang tidak dilandasi dasar pengetahuan yang kuat akan membuat semakin ngawurnya perilaku dan pengambilan keputusan, selain dapat dikatakan sebagai menghalalkan segala cara atau menempuh segala cara demi ambisi kekuasaan.
Negeri Begajul sedang berada di ujung tanduk. Meski semua akan bisa diatasi dengan mudah, perang urat saraf yang menjengkelkan akan menghadang dalam perjalanannya beberapa saat ke depan. Apa itu hanyalah hal sederhana karena seperti menghadapi kelompok anak kecil yang ingin dibelikan jajanan.a