surga ketidakpuasan

 

surga ketidakpuasan

Untung saja Lembaga Survei LSI tidak berdiri di tahun 1945. Jika ada survei tentang Kepuasan Penegakan Hukum dan lainnya sejak awal berdirinya negeri ini. Akan kelihatan betul kapan dan mengapa yang menyebabkan negeri yang semakin hilang kendali dan kehilangan jati diri.

Menurut berita di disebutkan bahwa ketidakpuasan warga atas penegakan hukum di Indonesia semakin meningkat:

Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011), sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir 56,6 persen (April 2013).

Ketidakpuasan tertinggi berasal dari wilayah pedesaan:

Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi.

"Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum," ujar Dewi Arum.

Survei ini dilakukan dengan sangat serius sekali, katanya:

Peneliti LSI Dewi Arum kepada pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, temuan survei LSI tersebut menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publik.

Dewi menjelaskan, survei khusus LSI mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia itu dilakukan melalui "quick poll " pada tanggal 1 -- 4 April 2013. Survei menggunakan "metode multistage random sampling" dengan 1.200 responden dan margin of error sekitar 2,9%.

"Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview," katanya.

Terkait dengan hal tersebut mencoba untuk menyambung-nyambungkan dengan dan memang akan menjadi hal yang sangat serius dan pemaknaan baru kata 'Preman' yang akan melangkah maju mendekati level peringkat 'Teroris'. Hal itu bisa benar jika konteks 'Preman' berasal atau hampir sama dengan film 'The Act of Killing'.

Siapa lagi yang percaya dengan UU Sisdiknas, maupun kurikulum baru yang akan ada nanti, jika tidak terpaksa. Berapa uang yang sudah dikorbankan masyarakat dengan hasutan proyek SBI/RSBI yang akhirnya hanya ditinggal melongo dan dilupakan saja. Niat buta untuk menghasilkan tenaga kerja dengan standar yang tidak lazim, dan efeknya adalah pekerjaan non-formal, beruntung mereka bisa menjadi petugas keamanan swasta yang kemudian menjadi 'Preman' karena bimbingan salah arah dan menjadi permainan kegelapan.

Persaingan yang ketat dan ketidakpastian menjadikan 'shortcut' menjalani pekerjaan yang banyak juga dibutuhkan oleh 'bank', 'tempat hiburan', 'tempat perjudian' ataupun 'penjamin finansial' dan sebagainya membutuhkan jasa orang-orang yang memiliki skill kekerasan dan rasa tega.

Kebetulan karena memang mungkin hanya satu-satunya cara mencari uang atau sudah dicuci otak, orang-orang seperti 'Preman' ini adalah orang yang agak lebih baik dibandingkan jasa petugas keamanan resmi milik negara, dalam menjaga orang yang mengasih uang.

Petugas keamanan resmi negara, atau petugas penegak hukum baik yang tidak doreng ataupun yang doreng biasanya akan lari dan meninggalkan ketika ada kasus yang agak serius atau ada pertempuran antar 'preman' atau lainnya, karena bisa jadi akan dimarahi komandan atau mempermalukan kesatuannya. Sementara orang-orang pekerja non-formal ini, tak punya kesatuan dan komandan yang resmi membayarinya, dia tak bisa lari dan kehilangan pekerjaan. Maka tak sedikit orang-orang seperti ini kerap menghiasi koran-koran kriminal baik sebagai korban ataupun pelaku. Sayangnya orang-orang ini memiliki watak dasar 'nakal'.

Semakin banyak kejadian dan pengalaman masyarakat akan hal ini menjadikan rasa kepercayaannya pada hukum maupun penegaknya semakin sirna. Dan melihat proses-proses hukum hingga proses politik hanya sebagai permainan belaka yang tak bisa dipercaya. Beruntung ada sinetron atau film-film di tivi, karena mungkin itu bisa menghilangkan kepenatan daripada melihat seremoni-seremoni ataupun berita yang tak menyenangkan hati dan palsu.

Proses-proses legislatif dalam penyusunan kebijakan dan produk-produk hukum pun sudah tidak transparan lagi, semuanya semakin sulit diakses publik. Apa yang akan terbayang hanyalah adanya agenda-agenda tertentu untuk kepentingan lain selain kepentingan masyarakat bawah. Beberapa waktu lalu pernah terdengar dan terlihat sidang DPR membahas RUU Desa, namun saat ini sudah tak terdengar lagi, terlebih RUU lainnya. Para petinggi semakin ketakutan tentang pekerjaan yang harusnya dilakukan namun tak memenuhi harapan masyarakat, atau memang tidak memiliki kapasitas sebagai wakil rakyat.

Ada harapan dalam survei LSI tentang Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, karena masyarakat tingkat bawah di pedesaan bisa mengungkap rasanya bahwa mereka tidak puas. Dan perubahan hanya akan terjadi dari bawah karena sesuai dengan kebutuhan, beda dengan perubahan kebijakan dari atas yang isinya adalah pemaksaan kehendak, hegemoni dan kepentingan kelompok tertentu. Seperti perubahan yang diusung 'Orde Baru' dengan hasil saat ini menyisakan hutang dan keterpurukan.

Banyak hal yang bisa digali dari hasil survei ini, namun pastinya survei ini juga kepentingan politik

Atas