Ide brilian, siapa yang meragukan kepintaran para pejabat di negeri yang sudah dipenuhi dengan segala macam standar, standar ini, standar itu, bahkan semua tanah yang bisa diukur dengan meteran sudah standarnya dan selayaknya untuk dibayarkan pajaknya. Siapa tidak percaya ketika ada banyak kritik dari yang membangun hingga menunjukkan kesalahan atau malah memberikan arah agar hal-hal tertentu jangan sampai dilakukan, justru malah saing dibalas dengan kritik yang jawabanya klise juga, apakah anda pejabat yang mengatur, atau pernahkah anda membayangkan betapa banyaknya garapan yang harus diselesaikan oleh pemerintah.
Jelas disini tidak akan menjelek-jelekkan seseorang yang oleh tuhan dianggap memiliki kemampuan sehingga meski dengan usaha apapun beliau masih bisa menduduki dan mengemban amanat penderitaan rakyatnya, untuk bisa diselesaikan dengan sungguh-sungguh, dengan permaafan yang tentunya oleh rakyat akan disediakan sebanyak-banyak demi tidak adanya chaos atau kekerasan. Sejarah sudah mencatat disini betapa pahitnya kehidupan ketika harus berhadapan dengan kekuasan, hanya sejumput kata atau kalimatpun dengan mudahnya nyawa akan melayang, apalagi kata-kata sakti tersebut akan terus menerus diproduksi dengan indah dan dibungkus dengan balutan kesejahteraan bersama seluruhnya. Siapa tidak terpikat dan siapa mau berani, bukan masalah siapa dahulu yang memilih atau tidak mencoblos ketika pemilu. Karena konteks pada saat itu memang sudah di susun dan hanya ada pilihan, memilih atau menjadi penghianat negara.
Pernyataan sangat cerdas dan jenius seperti "Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan : Jika satu hari dalam setahun tanpa makan nasi, penghematan bisa mencapai 100 ribu ton. Sedangkan bila dilakukan satu hari setiap bulan, selama setahun penghematan sekitar 1,2 juta ton beras.", tidak bisa disepelekan begitu saja. Karena sebagai seorang cendekiawan yang dipercaya tentu memiliki alasan dan data tertentu yang tidak bisa dengan mudah ditolak dan ditepikan. Bukan menambahi atau memberikan pernyataan menolak, namun betapa orang yang setiap harinya tidak ketemu dengan nasi juga masih bisa dihitung dan tidak sedikit tentunya, dan betapa orang yang biasanya makan enak, akankah pada saat itu tidak memilih makanan yang lebih mahal. Jadi bagaimana mendapatkan hitungan itu tentunya ada rumus yang tidak beredar pada khalayak pada umumnya. Terkecuali memang para punggawa diatas sana sudah terlalu dipusingkan dengan masalah subsidi dan pailit yang tidak pernah dikabarkan secara terbuka.
Negara ini memang sedang diuji lahir bathin, lahir dengan bencana alam yang selalu mengintai, meski karena salahnya sendiri dalam masalah perencanaan pembangunan dan perijinan tentang penebangan hutan hingga pembangunan lokasi pemukiman yang tak terarah, serta karena pori-pori tanah yang sengaja ditutup demi alasan kebersihan, sehingga genangan air dimana-mana. Serta masalah lain tentang perekonomian yang sepertinya harus bisa menurunkan dewa dari langit untuk mengatasinya, karena dewa tentunya tidak mau dibayar, dan dengan mudah bisa memahami permasalahan mendasar karena bisa mendengar orkestra kelaparan dari jutaan rakyat yang menjadi tanggungjawabnya agar bisa terpenuhi kebutuhan dan hak dasarnya.
Meski juga tidak perlu malu atas apa yang dilakukan seorang pemimpin negara di Chile yang dengan tulusnya mau terjun ke lapangan serta memberikan tontonan yang dramatis, dan berbeda seratus delapan puluh derajat dengan yang terjadi di Papua, itu memang bukan bandingannya dan tidak ada gunanya untuk dijadikan bahan pertengkaran ataupun ejek-ejekan karena hanya akan membuat perut menjadi terasa lapar, dan malah akhirnya bisa jadi makan nasi tidak cukup sehari tiga kali, karena marah dan jengkel membutuhkan energi yang lebih, dan tentu saja biaya setres yang tidak bisa dikatakan murah karena lebih stres daripada berfikir tentang Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia.
Jadi kapan akan dilakukan upacara
sehari tanpa nasi di negeri ini?
Foto via Rescued from a Chilean mine