1 Juni menjadi hari lahirnya Pancasila. Berawal dari diskusi tentang dasar negara pada tahun 1945. Pancasila menjadi dasar negara dan termaktub dalam pembukaan UUD 1945, konstitusi dasar negara ini. Tidak ada yang cacat dalam sila-sila Pancasila, semuanya sempurna dan sangat patut untuk disyukuri betapa para 'founding father' mampu menelorkan kalimat-kalimat yang sangat sakti dan memerlukan pemahaman yang sangat tinggi untuk dapat melakukannya secara sistem kekuasaan negara, meski tanpa belajarpun mungkin orang yang 'waras' pasti dapat melakukan apa yang di cita-citakan dalam kristal cipta karsa dari Pancasila itu sendiri secara naluriah.
Sangat menarik ketika Pancasila di pasang dalam dasar negara namun dalam perjalanannya anak bangsa sangat kesulitan untuk menerapkan dalam berbagai kebijakan untuk mengatur orang banyak. Bagaimanapun sepertinya dalam perjalanannya meski terucap dari mulut dan diyakini sendiri, Pancasila seperti sesuatu yang sangat membatasi dan benteng besar yang dapat dimanfaatkan untuk membela kepentingan kuasa karena sifat universalitasnya yang malah menjadi multi tafsir. Apalagi ketika jatuh ketangan 'pendekar berwatak jahat'. Maka Pancasila menjadi Jargon yang sangat ampuh, karena posisinya sebagai dasar negara, dasar segala asal muasal kebijakan.
Sungguh sayang ketika dasar negara tersebut hanya menjadi fosil, hiasan dan kepentingan politik praktis. Semua harus merasa bersalah dalam hal ini. Ketika Pancasila lahir kemudian berproses melalui orde lama yang kemudian dihancurkan sendiri atas nama Kesaktian Pancasila. Orang yang di dewa-dewakan menjadi pencetus, pendukungnya pun harus takluk dan saling serang atas nama Kesaktian Pancasila. Perebutan makna maupun pengalihan makna-makna pun dimulai dengan terang-teranganya, siapa yang paling Pancasilais, semua orang jadi tidak tahu.
Akhir-akhir inipun dimulai penyegaran dengan jargon pendidikan karakter yang mencoba untuk menggali nilai-nilai keIndonesiaan dan Pancasila. Namun setiap orang pun tahu pada akhirnya hal ini hanyalah proyek semata, atau hegemoni kekuasaan tertentu untuk kembali menjadikan orang-orang yang Pancasilais seperti yang sudah ada, bahkan mungkin ditambahi embel-embel aku anaknya siapa, aku keturunannya jenderal siapa, aku dulu pembunuh PKI loh, aku dulu yang membubarkan Masyumi loh, dan lebih banyak lagi. Karakter itupun kembali muncul dan semakin jauh cita-cita Pancasila akan terlaksana, dan hanya membuat trending topik 'Prihatin'.
'Salah Kedaden' kata orang Jawa. Jadi yang seharusnya bagaimana? Pendidikan, kebijakan dan akademisi menjadi motor untuk persemaian Pancasila secara utuh dan tidak serampangan. Analisa sejarah bagaimana ketidakberhasilan Soekarno dalam mengusung Pancasila dan nasionalismenya yang masih menggantung, bagaimana militer dengan mudah mengganggap dirinya Pancasilais karena memang tugasnya membela negara tanpa harus merebut jargon tersebut, bagaimana politikus bisa memahami pancasila sebagai dasar berpikir dan watak bukan sebagai embel-embel, bagaimana kebijakan mengacu dan paham prinsip dasar negara serta tidak bertentangan dengan konstitusi dasar, serta banyak bagaimana lagi yang saat ini secara jujur muncul karena rasa ketidakadilan.
Bagaimana negara bisa dikatakan bersikap dan adil berdasarkan Pancasila ketika banyak terjadi penggusuran atas nama kebersihan kota namun tak bersolusi dan dibaliknya ada kepentingan kapital. Ketika terjadi pembantaian meski hanya pada beberapa orang lantaran memiliki keyakinan yang berbeda di mana keberadaan Pancasila dalam hati para pelakunya.
Mungkin Pancasila hanya sekedar kata-kata dan Jargon, namun berapa jumlah jiwa yang harus tewas ketika dia menjadi jargon 'Pancasila Sakti'. Jangan sampai lambang negara tersebut meminta lagi persembahan nyawa lagi karena salah paham dalam memaknai dan menjiwainya. Untuk kemudian harus dijatuhkan lagi karena pemahaman salahnya diketahui orang banyak dan setelah merugikan banyak orang. Mungkin majelis pertimbangan Agung harus diganti dengan Majelis Pancasila... namun ah... pada prakteknya ...ya sudahlah, saya bukan siapa-siapa.