Rasanya memang frekuensi kabar meledaknya kompor gan tabung gas periodenya semakin menyalip jadwal tayang pemberantasan terorisme yang dua bulanan dan penayangan spanduk anti PKI, G30S, neokomunisme maupun pemunculan kembali hantu-hantunya karena pelajaran tahayul warisan animisme dinamisme yang masih kental di negeri begajul. Juga jadwal tawuran mahasiswa di sebuah pulau yang indah di negeri begajul bagian tengah sana. Selain karena usia tabung, selang dan kompor gas yang dbagi dahulu dengan keadaan yang super apa adanya tersebut sudah minta untuk diganti namun karena rakyat yang miskin dan tidak masuk perhitungan mungkin ketika mengetok palu konversi selain hanya pamer pengiritan bahan bakar dan lain sebagainya dibalik laba besar yang bisa diraup membuat orang lupa bahwa bahan seperangkat alat masak tersebut juga memiliki masa kedaluwarsa meskipun hanya selang, dan cilakanya pula karena kemiskinanlah yang menyulut bom-bom di dalam rumah tersebut meledak.. duaarrr.. (angry).
Jadi tidak ada bedanya ketika sosialiasi dan pengecekan kualitas penggunaan, penjualan dan seperangkat alat masak modern tersebut kurang atau bahkan tidak ada sama sekali, baik niatan maupun apalagi asuransi karena tabung gas bocor pun sudah sering ditolak untuk direturn ke pertamina dengan alasan terlalu banyak barang yang beredar karena diluar kuotanya maupun SNI atau bahkan itu bukan barangnya pertamina sebagai alasan penolakan penggantian tabung gas bocor. Adalah sama halnya dengan memasukkan dan memelihara bom di rumah, yang sewaktu-waktu bisa membuat berbahaya bagi keselamatan karena sepenuhnya sudah menjadi tanggung jawab pribadi dengan kemampuan dan kepahaman yang berbeda-beda.
Tulisan ini bukan untuk menyalahkan atau membenarkan siapapun sebab dengan banyaknya kejadian ledakan karena seperangkat alat memasak tersebut karena konversi minyak dan gas adalah juga berhubungan satu sama lain, sudah barang tentu ketika dahulu awalnya masyarakat dipaksa dengan regulasi yang baru tentunya ada jaminan dari negara juga untuk memberikan ganti rugi atau rutin dalam memberikan peralatan tersebut bukan hanya pertama kali karena toh negara inipun berlangsung tidak hanya sekali dan sebentar. Atau ada revisi baru untuk mengajak masyarakat berhati-hati dan menyayangi nyawanya dengan berganti alat masak yang lebih hemat, efisien, ramah lingkungan dan memiliki kadar keselamatan yang tinggi. Sangat tidak bijaksana ketika bahan bakar untuk kendaraan bermotor subsidi yang sedikit itupun mau dihilangkan dengan membebani lagi dengan kekurangaman dan nyamannya berkendara di jalan, adalah sama persis dengan kejadian mengirimkan bom dirumah dengan tabung gas, namun juga di jalan raya yang sama sekali semakin berbahaya dan tidak ramah keselamatan dan dompet yang setiap saat bisa saja berkurang karena aturan penunjukan STNK dan SIM yang sama sekali masih mengganjal di logika waras.
Begitulah negeri begajul yang sukses menyelenggarakan konversi minyak ke gas beberapa saat yang lalu dengan iming-iming mas kawin seperangkat alat masak berupa kompor selang dan tabung gas 3 kiloan. Entah sekarang sudah mengalami BEP atau belum tidak ada tulisan yang menganalisa atau menyerempet masalah seperti itu. Jelasnya kiprah regulasi negeri begajul sudah memasuki dapur rumah masing-masing rakyat yang bernaung di negeri tersebut dengan resiko masing-masing meski sudah ada standar kenegaraan untuk jaminan mutu kualitas tabung maupun helm pengaman kendaraan bermotor dan lain sebagainya, namun yang namanya perdagangan siapa sih yang bisa ngatur sampe detil karena terlalu banyak kepentingan dan memang semuanya merasa berkepentingan terutama jika masalah uang dan laba.