Menantang Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis Ekonomi Indonesia
 

Menantang Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis ekonomi Indonesia adalah gambaran bahwa Negeri Begajul mungkin sudah menjadi negara bagian Amerika Serikat. Ketika Amerika mengalami krisis ekonomi atau Wakil Presiden Boediono yang mengatakan bahwa krisis ekonomi Indonesia akan datang namun beliau tidak mengetahui kapan dan seberapa besar dampaknya bagi kehancuran para kere di Negeri Begajul yang sudah hampir modar cocote.

Dikatakan Boediono yang juga dianggap sebagai Begawan Ekonomi tersebut di :

"Krisis akan datang, namun saya tidak tahu seberapa besar dan kapan persisnya," ujar Boediono dalam wawancara khusus dengan tim Katadata di kediamannya di Jakarta, Jumat malam, 18 Oktober 2013.

Menurut Boediono, selama ini The Federal Reserve telah menginjeksi moneter sebesar US$ 85 miliar setiap bulan untuk mendorong perekonomian. Namun, dalam waktu dekat, Amerika akan menghentikan injeksi moneter tersebut.

Artinya, kata dia, jika semula banyak likuiditas di pasar, nantinya kondisi likuiditas akan lebih normal, bahkan cenderung ketat. Nah, kebijakan tersebut akan memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian global. "Sebab, baru diumumkan akan dikurangi saja, dampaknya sudah mendunia. Apalagi, jika sudah diterapkan."

Begitulah, fundamental ekonomi yang sejak dulu dikatakan pak Harto dan dibangga-banggakannya namun hancur dalam sekejap pada 1997. Terbukti bahwa kata-kata dan ucapan para penggede itu hanya ngawur dan tidak berdasarkan data yang valid, hanya berdasarkan laporan dan birokrasi yang selama ini duduk enak dan makan banyak duit negara tanpa ada yang mengusik. Jelas gerakan korupsi untuk bersiap-siap menghadapi krisis yang sudah diumumkan wakil presiden akan semakin gencar, dan tidak lagi memberikan kesempatan dan program kepada rakyat jelata yang sudah ditinggal untuk hidup sendiri sekian lama, dan terlupakan. Lalu kenapa Pak Boediono yang wakil presiden tersebut tidak tahu kapan dan seberapa efeknya?, harap maklum dia bukan utusan Tuhan.

Masihkah ada harapan, untuk menantang krisis ekonomi Indonesia?

Harapan memang akan selalu ada, bahkan ketika kita tidak melakukan apa-apa. Harapan di kepala dan di hati akan selalu ada dan kita ciptakan sendiri. Namun apakah itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Tentu saja banyak tidaknya, karena apa?. Karena kita terlalu apatis dan tentu saja tidak melakukan apa-apa untuk terjadinya perubahan, kecuali pada kebutuhan kita sendiri untuk dapat bertahan bisa mengkonsumsi apapun hari demi hari. Apatisme yang kita miliki memang tumbuh subur seiring dengan tidak adanya pemimpin yang mampu membuat kita sadar bahwa kita memiliki kemampuan untuk tidak tergantung.

Ada harapan memang dengan program Gubernur Jawa Tengah saat ini bersama timnya mencoba memberikan solusi dalam daulat pangan, daulat ekonomi dan daulat energi, dalam tagline-nya dulu yang 'mBoten Korupsi, mBoten Ngapusi' Namun itu terbatas hanya di Jawa Tengah yang terkenal miskin, infrastrukturnya bobrok, ora kopen, banyak korupsi, dan itulah wajah Jawa Tengah dari lahirnya yang bisa kita lihat belum lagi kebobrokan birokrasinya yang tentu saja banyak orang bisa membuktikannya.

Ada apa di balik keinginan yang tidak sesuai dengan keinginan pemerintah pusat yang selalu menekankan impor, impor, impor dan impor, baik dalam pangan, migas, kebutuhan komunikasi maupun apa saja, yang sangat bertentangan dengan frasa 'daulat pangan, daulat ekonomi dan daulat energi'. Jelas cita-cita Ganjar Pranowo dalam mewujudkan 'daulat pangan, daulat ekonomi dan daulat energi' yang terkemas dalam desa berdikari akan mendapat tantangan lugas dari birokrasi yang sangat korup dan tidak mau memiliki warga masyarakat yang kritis serta memiliki kemandirian tidak tergantung pada bantuan ABPN ataupun APBD.

Cukup mencengangkan memang kata-kata Darmawan Prasodjo, Phd. (tinggal di Klaten) beberapa saat lalu tentang cadangan migas Negeri Begajul yang hanya 0.9 persen dari cadangan minyak dunia. Sungguh mengerikan sementara setiap hari jumlah pengguna bahan bakar minyak semakin menggila dan semakin banyak. Tidak ada lagi program yang menyentuh ke bawah bahwa pangan, ekonomi dan energi bisa dihasilkan secara mandiri dan berdaulat. Mas Darmo menyebutnya sebagai Energi Kerakyatan.

Dalam daulat energi bisa saja mengacu pada China yang menggunakan batubara sebagai bahan untuk memproduksi energi listrik. Lebih maju lagi adalah Iran dengan Nuklir. Batubara memang sumber energi yang paling murah dengan segenap efek yang bisa saja ditimbulkan jika tidak tertanggulangi dengan baik, namun apa yang terjadi di China memang beda karena mereka menggunakan batubara tanpa embel-embel dalam menanggulangi efeknya, misal debu yang dihasilkan dan mengapa itu dilakukan tidak lain adalah untuk mencari energi yang murah. Mengapa bukan Solar Sel atau dengan sinar matahari, hitung saja betapa mahalnya biaya jika anda memasang alat pemanas air yang menggunakan energi matahari.

Sepertinya memang ada harapan untuk bisa tumbuh lagi dengan baik dan tidak terhempas krisis yang disebabkan kegoblokan keuangan negara lain atau efek internasional. Mengapa kita selalu tergantung pada komoditas dan kegempaan ekonomi internasional, mungkin karena para ekonom dan para pakar membanggakan sekolahnya yang di luar negeri sehingga mengacu pada ilmu-ilmu yang didapatnya dan melupakan apa yang ada di desa, desa yang bisa mandiri dan berdaulat dalam pangan, ekonomi dan energi. Bukan desa mandiri yang mengandalkan fasilitator untuk membuat proposal menggunakan dana utangan luar negeri. Janganlah membuat warga masyarakat mabok dan tidak mau bekerja untuk desa atau komunitasnya. Jangan gobloki kami dengan kecerdasan ilmu impor-mu yang pada akhirnya memaksa kami untuk membeli barang-barang impor yang seharusnya bisa kami buat sendiri.

Saat ini mas Darmo sedang membuat percontohan dalam mengubah singkong menjadi ethanol dan menjadi BBM Premium yang akan meningkatkan pendapatan warga desa yang berada di daerah kritis. Upaya untuk menantang krisis ekonomi Indonesia akan selalu didukung oleh pikiran yang waras.

Atas