Drama Cebongan memasuki babak baru. Setelah teka-teki siapa penyerang penjara Cebongan akhirnya terungkap dengan pernyataan dari Tim TNI AD bahwa pelaku penyerangan penjara pada 23 Maret 2013 adalah warga Kopassus Grup 2 Kandangmenjangan, Kartasura, yang di depan markasnya adalah Jalan Yogya - Solo dan dipasangi polisi tidur. Dahulu siapapun tidak boleh berjalan cepat di jalan itu kalau tidak mau bermasalah dengan warga kantor tersebut.
Drama Cebongan, drama yang tidak menarik, 11 orang anggota Kopassus, tanpa seragam, membawa senjata dan kemampuan fisik yang prima dengan korban 1 mantan Polisi Jogja dan 3 Preman. Sekarang kisah drama ini sangat terkenal dan siapapun pastinya tahu. Bagaimanapun ini adalah cerita tentang kesedihan, bukan gagah-gagahan, terlepas ada latar belakang cerita lain tentang polisi yang bermain-main dalam distribusi narkoba, dan preman dengan kepremanannya.
Tidak ada yang mencela terhadap temuan tim TNI AD, dan pengungkapannya secara umum, banyak yang mengacungi jempol, dan orang-orang yang kritis tetap memegang prinsip hukum dan selebihnya adalah kritik untuk perbaikan TNI yang dicintai rakyat. Meski dikatakan bahwa mereka adalah prajurit pemula:
"Untuk pelaku yang sembilan orang hanya Bintara dan Tamtama tama. Jadi tidak ada yang lain," ujar Ketua Tim TNI AD, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono dalam konferensi pers di Kartika Media Center, Dispenad, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2013).
Premanisme memang selalu membuat resah dimanapun, ditempat pemukiman orang-orang yang mulai teratur dalam kehidupan dan teratur dalam menghadapi pekerjaan serta beban hidupnya untuk menuju 'kemapanan'.
Masyarakat meyakini bahwa tentara dan polisi berseragam adalah person yang menjalankan tugas negara, dalam hal keamanan. Jadi bagaimanapun menjadi sangat panas ketika mengetahui banyak kejadian yang melukai hingga menghilangkan nyawa tentara dan dilakukan oleh preman. Tidak ada tindakan jelas dari kepolisian yang notabene adalah penjaga keamanan dan pengayom masyarakat yang berbaur hari demi hari dengan masyarakat.
Masyarakat yang tidak tahu menahu tentang HAM harus mendengar tentan pelanggaran HAM berat karena penyerangan penjara karena balas dendam dan kesedihan, selain (mungkin) harga diri. Kategori Pelanggaran HAM berat adalah ketika dilakukan secara masif dan sistemik. Dan menjadi lebih mengherankan lagi dengan adanya broadcast-broadcast seperti di bawah ini:
Solidaritas u 11 prajurit kopassus yg terlibat penyerangan cebongan.
Kami warga masyarakat jogjakarta secara khusus menyatakan :
- Meng-apresiasi atas tindakan atas kejujuran 11 parjurit kopassus u mengakui sbg tersangka dlm kasus lapas cebongan.
- Sbgn besar masyarakat jogjakarta tdk peduli dgn kematian ke 4 preman yg dieksekusi bhkan sgt senang jika ke 4 preman itu lebih baik mati daripada buat resah warga jogja.
Kita sbg wrg jogja juga lebih paham! lebih tahu! Tentang ke 4 preman dan anggota2 lainnya, yg mereka preman residivis yg sll buat anarkis,mabuk2an,pemalak, dan pembunuh berdarah dingin, pemerkosa serta terlibat kasus narkoba u tempat2 hiburan malam.
- Mengecam keras upaya dan usaha yg berlebihan super reaktip dari pihak KOMNAS HAM , Kontras maupun sebagian anggota DPR yg seakan2 lebih membela kepentingan ke 4 preman itu dgn mati-matian. Dgn dalih ini kasus pelanggaran HAM berat. Padahal Yg seharusnya mereka urusi adalah urusan lain yg lebih penting u kepentingan masyarakat, daripada ngurusi kepentingan preman2 tengik itu.
- Padahal Pelanggaran HAM kpd masyarakat jogja secara khusus Yg dilakukan oleh ke 4 preman dan anggota2nya lebih besar dibandingkan tindakan yg dilakukan 11 prajurit kopassus. Tapi kita liat mereka org2 Komnas HAM dan antek2nya diam seribu bahasa terhadap pelanggaran yg diperbuat preman2 itu kpd masyarakat Jogjakarta.
- Justru dgn kematian ke 4 preman itu jujur membuat masyarakat jogja dan sbgn besar pelajar mahasiswa merasa aman & tdk terintimidasi.
- Kpd para anggota DPR pusat ataupun reporter media manapun apapun silahkan u mensurvei u dimintai pendapat kpd ratusan ribu bhkn sejuta Warga jogjakarta sekitarny dari tingkat RT RW dukuh lurah camat bupati dan dari berbagai kalangan pegawai negeri maupun swasta, pedagang, dan para pelajar serta mahasiswa sbgn besar yg mereka inginkan adalah JOGJA AMAN TANPA PREMANISME. SILAHKAN KELUAR JOGJA JIKA HANYA MENJADI PREMAN DIJOGJA.
Salam jogja Nyaman tanpa PREMAN
Menjadi bertambah proporsi mencuri fokus perhatian ketika mulai ada dan banyak spanduk dan poster 'jogja nyaman tanpa preman'. Drama Cebongan menjadi semacam triger dan pintu pembuka memori masyarakat. Memang banyak kejadian pencurian barang dan lain sebagainya ketika pintu rumah terbuka. Sebagaimana terjadi di banyak tempat dan kebetulan yang menjadi pelaku adalah orang-orang dari timur. Ketidaksukaan perilaku adalah wajar, namun bagaimanapun ketika kasus kriminal seperti perusakan dan perampokan toko, meski kecil. Namun tak ada tindakan dari aparat negara, dalam hal ini kepolisian. Warga masyarakat tentu akan menggunakan kearifan lokalitasnya untuk mengatasi permasalahannya.
Drama Cebongan jelas harus diselesaikan sampai tuntas, dengan memuaskan semua pihak. Banyak mata, banyak telinga yang memperhatikan drama ini meski tanpa berharap banyak sebagaimana cueknya warga masyarakat pada Drama Cebongan. Karena tidak ada pintu masuk bagi masyarakat, selain hanya dapat melihatnya sebagai masalah intern angkatan darat dan kepolisian dengan meminjam tempat penjara Cebongan milik Kejaksaan.
Porsi pemberitaan yang adil dan penegakan sistem yang jelas menjadi hal yang sangat dirindukan. Jika sistem bisa berjalan maka akan melibas permasalahan-permasalahan serta penyelesaian di bawah meja. Sebenarnya masyarakat tidak mudah lupa dengan kasus-kasus keterlibatan oknum-okum dalam masalah narkoba maupun perseteruan antar preman yang melibatkan beking-bekingnya. Akankah kartel-kartel narkoba dan tindak kejahatan yang merugikan masyarakat akan terungkap. Drama Cebongan hanya akan menjadi snippets dalam temuan-temuan perseteruan rakyat terlatih yang tidak dilatih menjadi bijaksana dan pengayom warga masyarakat di masa depan. Dan itu pasti.