Live Stream tentang iPad 2 dari Apple Macintosh memenuhi pemberitaan dan headline pada hari-hari ini, bahkan media-media ternama membuat pekabaran secara live dimana ulasan berita diupdate tiap menit pada satu postingan. Sangat menarik, seperti halnya dari belahan bumi lain ketika hari kemarahan menjadi sangat populer pada 25 Januari 2011 di Mesir. Pun berita besar kemudian mengiringi di Libya tempat dimana Colonel Muammar el-Qaddafi bertahta. Sangat-sangat menarik bahkan dengan atraksi menghalau pengunjuk rasa dengan pesawat jet tempur, betapa dahsyatnya seorang Colonel Muammar el-Qaddafi nyentrik sebagai seniman perang senyentrik Steve Jobs sebagai seniman Komputer dengan kerelaannya bahkan dalam sakitnya masih mau mengompori lahirnya iPad ke dua. Betul akhir-akhir ini live stream menjadi sesuatu wajib dilakukan, entah untuk apa.
Dunia per-gadged-an, memang beda dengan istilah ke-gempa-an, selain gempa karena aktifitas vulkanik ataupun tektonik. Namun yang jelas, istilah per-gadged-an ini akan seperti membuat ke-gempa-an tersendiri bagi para petinggi Republik Galau apalagi menteri penyuka pantun namun ke-pantun-an-nya sama sekali kadang tidak sopan apalagi santun, cenderung sombong, tinggi hati, tidak mau disalahkan, bahkan minta maafpun dengan alasan ke-tinggi-an hati-nya yang sama sekali mendekati ke-tidak-masuk-akal-an orang biasa.
Di sana di belahan bumi yang lain dipenuhi dengan hingar bingar persaingan perbaikan kualitas produk gadget, juga ada persaingan lain di dunia timur tengah yaitu gadget berapi entah untuk membunuh atau dipamerkan namun sangat menarik dimana rakyat bisa memiliki gadget api bukan hanya tentaranya sehingga para tentara dan polisi tidak sombong. Jelas ke-gadget-an seperti ini tak akan terjadi di Negeri Begajul karena ke-tidak-normal-an ke-waras-an orang-orangnya karena bisa untuk membunuh tetangga sendiri bukan untuk tujuan mulia seperti revolusi negara, yang malah lebih tertarik dengan revolusi sebuah event organiser semacam PSSI, yang memang tidak pernah berprestasi namun dipertahankan sebagai gadget sebuah partai untuk mengeruk duit. Hal ini cukup mengagetkan sangat, dalam banyak perspektif.
Sangat tidak kalah menariknya adalah gerakan Legowo yang diumbar para pemimpin partai peserta koalisi setgab. Seakan mau lepas tanggung jawab atau tidak mau ikut-ikutan pada episentrum gempa negeri ini, jual mahal atau sombong, entah, atau juga ikutan trend masyarakat agar dianggap empati karena kejenuhan para pemegang KTP di sini kepada seorang pemimpin yang tidak sanggup berkomunikasi baik dengan kinerja dan prestasi, bahkan kepada partai anggota koalisi pun malah berkirim surat seakan sahabat pena nun jauh disana, tak bisa diajak ngobrol atau berdiskusi sambil minum kopi bersama. Atau memang sudah demikian tingginya ketegangan kepentingan sehingga harus dijembatani dengan cara nostalgia seperti ketika masih sekolah dasar yaitu belajar menulis surat agar kelihatan hebat dan mencintai kantor pos karena harus beli perangko, dan oh ... mungkin mencoba romantis, agar tidak membuat detasemen anti anarki yang belum dilaunching itu mendapatkan PR tambahan.
Sungguh tidak mudah menjadi pemimpin negeri Begajul, sangat sulit mengemban amanat penderitaan rakyat, terbukti dengan banyaknya regulasi yang benar-benar mengamanatkan penderitaan untuk rakyat. Sangat menarik sekali ketika kabhinnekaan semakin dilecehkan dan didukung untuk mencari keuntungan sepihak menggunakan adu domba, sebagai pengalihan isu yang tak pernah habis, dan cocok sebagai tujuan wisata serta sumber berita teragenda paling aneh, melebihi eksentriknya Colonel Muamar el-Qaddafi dan Steve Jobs.