Mahkamah Shutdown

Akil Mochtar, Ketua MK yang ditangkap KPK
 

Mahkamah Shutdown

Sebenarnya bukan berita menari dan unik ketika ada penangkapan yang dilakukan oleh KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pimpinan lembaga negara Mahkamah Konstitusi (MK) dan salah seorang anggota DPR. Sama sekali bukan berita menarik, ini adalah berita sangat memalukan betapa kita punya struktur dan pelaku jalannya negara yang sangat korup. Sudah menjadi rahasia umum bahwa diantara mereka memang suka menyelewengkan uang negara, manilap bahkan menerima suap. Sungguh memalukan memang, namun apa lacur sepertinya hal tersebut sudah menjadi sangat wajar dan masyarakat sudah sangat hirau. Berita tersebut seperti ini:

Dikutip dari: KPK Tangkap Akil Mochtar dan Politikus Golkar diakses pada Rabu, 02 Oktober 2013 | 23:35 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan. Selain menangkap Akil, penyidik juga menangkap Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golongan Karya Chairunnisa. "Benar keduanya ditangkap," kata sumber Tempo saat dikonfirmasi, Rabu, 2 Oktober 2013.

 

Menurut informasi, dua orang itu masuk gedung KPK pada pukul 22.00 Wib. Penangkapan itu dilakukan di dua tempat, salah satunya di rumah dinas di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta.

 

KPK akan menentukan status mereka dalam 1x24 jam, apakah mereka akan ditetapkan menjadi tersangka atau tidak. Belum diketahui apakah penangkapan ini terkait dengan perkara yang diadili Akil di Mahkamah Konstitusi atau tidak.

Ini mungkin berita besar, mengapa besar karena KPK sangat jarang atau tidak setiap hari menangkap koruptor. Memang anggota KPK tidak seberapa dibanding dengan jumlah para pelaku korupsi atau kasus-kasus yang masuk ke meja penyelidikannya. Komisi ini bahkan disebut-sebut sering dilecehkan atau malah akan dihilangkan karena tidak produktif atau karena banyaknya suara koruptor yang ketakutan sehingga menyerang keberadaan Komisi Pemberantas Korupsi yang seperti komisi-komisi lain seperti MK, KY dan sebagainya yang merupakan produk untuk transitional justice, tidak selamanya hanya untuk masa transisi dari masa reformasi menuju perubahan yang sebenarnya. Namun apa lacur lembaga-lembaga yang seharusnya menyelamatkan negara ternyata juga memiliki kadar kebusukan yang mencengangkan.

Ramai juga disebutkan di sosmed seperti Twitter tentang tuntutan parpol yang bersih dan akuntabel seperti:

Memang terlalu banyak keburukan yang dipelihara untuk mengakali sistem yang sudah ada. Bukan karena sistemnya yang salah, namun para pelaku dan orang-orang di dalam sistem memang tidak memiliki integritas atau niatan untuk berlaku bersih. Mungkin saja ketika setiap parpol peserta pemilu mendapatkan pembiayaan satu trilyun untuk kampanye dan melakukan kerja politiknya, cukup irit dan dengan kontrak bahwa setiap parpol harus bisa akuntabel sehingga bisa di audit dengan jelas. Namun dalam kondisi sekarang dimana pendapatan parpol bisa jadi lebih dari satu trilyun, siapa yang mau melakukannya dengan beban harus diaudit ini itu. Karena orang mendirikan parpol dan menjadi legislatif bukan tidak mungkin bahwa karena ada uang yang banyak dibaliknya.

Jegal-menjegal antar partai politik yang memiliki kuasa dan kemampuan selalu saja dianggap sah, hilang beritanya dan sulit dicermati oleh masyarakat awam. Kelihaian-kelihaian seperti itu menjadi semacam keharusan karena pejabat, politikus dan orang-orang itu adalah priyayi baru yang harus dihormati dan malu kalau miskin. Budaya 'blereng' atau 'silau' akan kepemilikan harta benda dan uang menistakan adanya orang-orang baik dan bermutu untuk menjadi pemimpin karena tidak memiliki uang dan pamor kebendaan. Kemiskinan lahir bathin menjadikan sistem yang awalnya dibuat dengan cara pandang positip menjadi sistem yang berkualitas abal-abal dan mudah dikadali.

Bukan tidak mungkin bahwa kejadian-kejadian penangkapan koruptor adalah jebakan semata untuk saling jegal. Namun karena memang tidak ada pilihan baik diantara yang terburuk maka penangkapan-penangkapan seperti ini tetap harus didorong, karena yang terjebak pastilah juga memiliki watak seperti yang tergambarkan dalam kejadiannya. Jadi sepertinya memang masih jauh untuk Government Shutdown di Negeri Begajul, karena masih banyak yang bisa dikorupsi. Dan mahkamah yang ketuanya ditangkap KPK tersebut pun demi gengsi tetap tidak mau melakukan shutdown sendiri menjadi Mahkamah Shutdown.

Foto milik TEMPO/Seto Wardhana

Atas