Katanya Syariah Islam

 

Katanya Syariah Islam

Berkaca dari peraturan di negeri begajul semakin kacau pengertian ini tentang agama yang menjadi ageman dan jalan hidup. Undang-undang dasar kemudian diteruskan dijabarkan langsung ke Undang-undang tanpa melalui yang namanya Undnag-Undang Pokok misalnya, menjadikan semuanya berdiri sendiri, pisah-pisah bersekat-sekat, tidak berkesinambungan bahkan seringkali kita mendengar "dijerat dengan pasal berlapis", dengan dasar dan peraturan yang berbeda pula, sudah sedemikian parahkah perilaku mengatasnamakan hukum untuk mengakali maupun mengcharacter assasinationkan seseorang. Sudah tidak adakah kedaulatan hukum sehingga harus membuat jaring-jaring untuk menangkapi para begajul itu.

Namun setelah dipikir-pikir banyaknya jeratan dan peraturan tersebut bukan hanya untuk memerangi kejahatan namun dibalik itu ada usaha untuk mempertahankan kekuasaan, semisal dengan TAP MPRS No 25 tahun 1966, tentang pelarangan komunisme atau organisasi yang bahkan sampai sekarang mungkin masih bisa digunakan untuk menjerat seseorang. Atau perda-perda syariah yang bermunculan menambah rasa heran saja bukankah yang berhak memiliki perda itu hanyalah Nanggroe Aceh Darusalam saja, namun ternyatan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membuat celah untuk terjadinya hal tersebut, bisa dibayangkan animo untuk mengubah perilaku diri pribadi, dengan social enggineering yang mengarah pada partai atau agama tertentu. Padalah Abullahi Ahmed An-Naim dalam bukunya Islam dan Negara Sekuler, tahun 2007, menyatakan bahwa negara tidak dapat menerapkan Syariat Islam bagi warganegaranya, namun justru harus memberi jaminan perlindungan warganya yang beragama Islam untuk melaksanakan perintah-perintah Islam sesuai dengan keyakinan dan pandangan keagamaan yang mereka pilih secara sukarela, bukannya sebagai kewajiban keagamaan yang diinstruksikan oleh lembaga negara.

"Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah pengginapan, losmen, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, di sudut-sudut jaan atau di lorong-lorong atau tempat-tempat lain di daerah."

Itu hanyalah kutipan dari Perda no 8 tahun 2005, kota Tangerang tentang pelanggaran pelacuran, memiliki banyak makna dan beragam penafsiran, namun sekaligus juga pemberangusan hak kebebasan bagi para wanita, bukankah masih aneh jika ada pelacur laki-laki, namun peluang untuk itu juga ada serta malah tidak digubris sama sekali, bahkan tes HIV dan AIDS untuk para hidung belang mungkin malah belum ada sementara kondom sudah dianggap sedemikian rupa jeleknya, lebih aneh lagi ketika malah kondom perempuan diwajibkan, betapa merananya nasib perempuan di negeri begajul, seperti kembali ke jaman jahiliah, sehingga sang rasul pun harus bersabda tentang kebaikan-kebaikan perempuan sedemikian rupa untuk membelanya. Esensi dari agama yang dibawanya begitu agung namun mengapa menjadi seleweng saat ini.

Jika kemudian perilaku masyarakat menjadi liar dan tidak terkendali pastilah ada sistem sosial yang lebih bermartabat untuk mengantisipasinya semisal dengan contoh-contoh perilaku para pejabatnya, sistem pendidikan yang lebih halal, praktik demokrasi yang lebih mengarah kepada pengakuan ide bukannya pada kekuatan kapital, dan tentunya dengan rekayasa masyarakat yang lebih waras dan logis semisal dengan pengkajian kebijakan-kebijakan yang saling tumpang tindih, pengkajian peraturan yang bertentangan dengan Undang-undang dasar, bahkan dasar negara jika perlu.

Sebenarnya dalam amandemen kedua UUD 1945 sudah cukup progresif dalam mengapresiasi kebebasan sipil, namun yang namanya kebebasan sipil mungkin memberikan banyak ancaman pula kepada para penganut dan pengagung kekuasaan entah untuk apa toh kekuasaannya tidak dibawa sampai akhirat semisal:

  1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup serta kehidupannya (Pasal 28A)
  2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D:1)
  3. Setiap warganegara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D:3)
  4. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya (Pasal 28E:1)
  5. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E:2)
  6. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (pasal 28G)
  7. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I:2)

Sebagai sebuah komunitas yang sangat besar negara ini sekaligus melalui para aparatusnya haruslah bisa menghargai dan menjunjung Hak asasi Manusia yang paling mendasar sebagai bentuk kefahaman akan HAM dan pelaksanaan Islam beserta Alquran yang rahmatan lil alamin, dimana dalam piagam madinah juga sangat agung dan jelas menuliskannya bahkan mungkin hak-hak dasar yang fundamental itupun berasal dari sana diantaranya:

  1. Persamaan hak di depan hukum;
  2. Hak untuk diperlakukan sama;
  3. Hak tidak diklasifikasikan secara berbeda;
  4. Hak untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan yang sama, dan;
  5. Hak untuk tidak dibedakan karena berbeda agama.

Sudah sepantasnya bagi perlindungan hak dan pembuatan peraturan-peraturan di negeri begajul di evaluasi kembali bukankan kasus Ibu Prita Mayasari itu bisa menjadi contoh, karena pada level pembuat kebijakan ada jarak dengan para pelaksananya, entah karena ketidakjelasan bahasa, atau bodoh, atau karena memang ketidakjelasan hirarki aturan yang mungkin malah dibuat untuk celah-celah tertentu agar bisa dimanfaatkan seenak otaknya sendiri. Namun malah menunjukkan sendiri jauhnya dari nilai-nilai yang diajarkan dengan berdarah-darah oleh para pendahulu hingga ke hadirat sang rasul sendiri. Wallahualam...

Atas