Budaya Baru : Membubarkan Diskusi, Nobar Film dan Intoleran

di mana sultan jogja
 

Budaya Baru : Membubarkan Diskusi, Nobar Film dan Intoleran

Aji Yogyakarta mengalami hal yang tidak diinginkan. Saat merayakan eksistensinya sebagai Jurnalis justru acara refleksi dan diskusinya dibubarkan Polisi Jogja. Dalam berbagai ungkapan-ungkapannya para petugas hukum tersebut mengatasnamakan untuk menjaga benturan fisik karena ada sebuah ormas yang mengancam untuk membubarkan acara tersebut. Ormas tersebut adalah keluarga Polisi dan Tentara yang bernama FKPPI.

Acara AJI Yogyakarta ditengarai berbau komunisme karena ada acara menonton sebuah film dokumenter karya Rahung Nasution yang judulnya 'Pulau Buru Tanah Air Beta'. Tentunya perlu diketahui bagi yang belum tahu bahwa Pulau Buru pernah menjadi sebuah pulau penjara sekaligus pembuangan para tahanan politik PKI yang dikaitkan dengan kasus besar 1965 selama 14 tahun. Meskipun juga perlu kita ketahui bersama bahwa para tahanan politik yang jumlahnya puluhan ribu tersebut sudah dibebaskan pada Desember 1977 hingga selesai mungkin tahun 1979 atau 1980an. Tentu setelah dibebaskan para tahanan politik tersebut seharusnya memiliki kemanusiaan yang sama dengan orang yang merdeka. Namun Tidak. Banyak perlakuan yang tidak baik dialami para mantan tapol tersebut. Bahkan sampai tahun ini, 2016, permasalahan tersebut belum selesai, meski sudah berganti presiden berkali-kali dan partai PKI tersebut sudah tidak ada lagi.

Acara-acara seperti yang diadakan oleh AJI Yogyakarta berjumlah ribuan yang dibubarkan oleh ormas-ormas yang anti komunis atau tidak memiliki toleransi terhadap orang lain yang memiliki perbedaan pandangan. Sungguh memalukan karena ini terjadi di Yogyakarta yang dikatakan sebagai kota budaya, kota pelajar, dan berbagai julukan agung tentang Yogyakarta. Memang tidak ada hubungannya, namun sebagai sebuah Daerah Istimewa yang dipimpin oleh seorang Raja dan ditetapkan sebagai Gubernur tanpa harus berkampanye, tanpa harus beradu kepintaran dalam membuat program pembangunan dalam masa jabatannya, tanpa harus menandatangani pakta integritas dengan KPK misalnya, dan sebagainya. Masih terjadi pembiaran kepada ormas-ormas yang intoleran dan memiliki pandangan politik tertentu untuk membubarkan sebuah upaya membuka pikiran tentang kebebasan berekspresi, maupun kepedulian terhadap kepincangan perilaku kemanusiaan.

Pembubaran Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom Day) pada 3 Mei 2016 di Yogyakarta. Adalah hal sangat celaka karena World Press Freedom Day merupakan momentum untuk memperingati prinsip-prinsip dasar kemerdekaan pers serta untuk mengukur kebebasan pers di dunia. World Press Freedom Day 3 Mei diperingati demi mempertahankan kebebasan awak media dari serangan atas independensi dan memberikan penghormatan bagi jurnalis yang meninggal dunia karena menjalankan profesinya.

Sungguh keistimewaan Yogyakarta adalah karya agung dari Sri Sultan HB IX yang terkenal dengan kejeniusannya. Namun ternyata keistimewaan tersebut adalah benar-benar milik beliau. Dan bagi Polri janganlah mengingkari postingannya sendiri di https://www.polri.go.id/layanan-keramaian.php. Jangan hanya karena ada menteri Polhukam dapat melakukan tindakan benar, ketika ada ormas yang mau membubarkan Simposium 65 di Jakarta. Bahwa ormas yang mau membubarkanlah yang dibubarkan, bukan sebuah acara diskusi yang memiliki derajat pengetahuan tertentu yang berguna bagi banyak orang.

Gambar dari Tommy Apriando

Atas