Belakangan memang banyak yang berpikiran tentang calon presiden pilihan rakyat. Sungguh aneh memang ketika banyak orang yang dulu menjadi tokoh politik dan gagal mengeluarkan pernyataan-pernyataan aneh, sudah jelas mereka adalah orang politik, dan kebiasaannya mempengaruhi dan mengatasnamakan rakyat, kembali dengan semangat berapi-api untuk tampil lagi mengemukaan pendapat lamanya yang tentu saja sudah pernah tidak dipakai. Mimpi yang tak pernah usai menjadi presiden atau apapun ketika tidak pernah terjadi memang sepertinya menjadi hantu atau barang mainan sembari iseng-iseng berhadiah, barangkali mendapatkan perhatian dari rakyat, setelah digembar-gemborkan media yang kekurangan berita atau karena memang dibayarnya.
Begitulah memang runtutannya setelah pemilihan umum calon legislatif maka akan diteruskan dengan pemilihan presiden. Kelompok yang mengantongi suara banyak dalam pileg akan mampu untuk mencalonkan orangnya untuk beradu dalam memperebutkan jabatan presiden. Bukan sekedar jabatan yang diadu namun pola pikir hingga hati seluruh masyarakat yang dipermainkan dan diadu dengan berbagai janji dan iming-iming kesejahteraan, yang entah bisa dilakukan atau tidak.
Disaat seperti ini seakan melupakan apa yang terjadi dalam mesin kenegaraan yaitu birokrasi. Tanpa adanya nakhoda yang jelas pun birokrasi tetap bisa menjalankan rutinitas dan programnya yang kemungkinan sama sekali berbeda dengan program-program kepresidenan. Birokrasi memiliki rel, terminal, bahkan roadmap tersendiri yang bisa dijalankannya dengan rutin. Mereka ada di sekitar kita hingga akar rumput dan memiliki pandangan tersendiri tentang suksesnya negara, sebanding dengan suksesnya tempatnya bekerja dengan nakhoda program, proyek dan rutinasnya sendiri.
Roda dan mesin tersebut sangatlah kokoh, congkak dan arogan. Dia hanya akan meilhat sebelah mata adanya suksesi kepemimpinan negara yang sama sekali tak ada pengaruhnya dengan pekerjaannya. Mengapa? karena program unggulan para pemimpin akan dikerjakan sendiri dengan monitoringnya sendiri tanpa pernah menyentuh program-program rutin yang selama ada duit dan anggarannya akan berjalan seperti sediakala, tak ada pengaruh yang signifikan bahkan kekuatan roda ini bisa menggilas pemimpin negara seperti yang dialami oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Karena setiap pemimpin memiliki kelemahannya masing-masing pun demikian dengan kelebihannya untuk dapat menerima hempasan angin aneh dan besar baik dari lawan politik maupun dari yang seharusnya menjadi bawahannya.
Sudah saatnya memang rakyat bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya. Ketika suaranya dengan harga murah terjual maka hal tersebut pun harus menjadi sebuah resiko atas pilihannya menerima atau menjual suaranya. Dan apabila memang pilihannya adalah benar-benar murni dan dilakukan dengan tulus maka hal itupun harus dijunjung tinggi untuk membantu program-program presidennya secara sukarela dan penuh rasa tanggungjawab. Komunikasi dengan pemimpin memang harus bisa terjalin rapi dan berkesinambungan, pemimpin yang terbuka dan mau mendengar pendapat atau bantuan dari rakyatnya adalah pemimpin impian yang patut dibela dan dibantu untuk mensukseskan program-programnya dengan strategi-strategi yang bisa dipahami bahwa hasil terbaik dan keuntungan bagi khalayak banyak tidak dapat dengan serta merta didapatkan.
Bermain dan mengelola sebuah sistem yang terdiri dari banyak kepala, banyak kepentingan dan banyak celah kegagalan adalah permainan dan perjuangan yang panjang, namun dengan tujuan yang jelas dan capaian yang bisa terbuka dan dilihat secara nalar, bukan tidak mungkin impian masyarakat banyak bisa menjadi hal yang niscaya.