Jadwal kampanye Pilpres benar-benar bisa membuat bingung. Sepertinya kalau seperti itu mending tidak usah dijadwalkan karena bisa kampanye dimana-mana dan sak karepe dewe. Mungkin karena memang hanya dua pasangan capres cawapres sehingga aturan kampanye dimana di Indonesia yang luas ini dibebaskan dan tidak perlu khawatir ada move dari kelompok pendukung situ ke kelompok pendukung yang sana.
Apalagi jadwal kampanye udara seperti yang dilakukan di media sosial, hampir tanpa waktu dan tedeng aling-aling lagi. Siang malam tanpa henti dan nggak jelas lagi ini twit editan dari siapa dan akun milik siapa yang bisa digunakan untuk memberikan atau mengarahkan pembacanya.
Seperti gambar Iwan Fals yang ditambahi dengan kata-kata tidak akan memilih siapa atau mencaci maki capres tertentu, tidak diketahui lagi siapa yang membuatnya dan siapa yang menyebarkannya.
Sakaw informasi mungkin dialami siapa saja saat ini, dari yang kabar burung, kabar burung editan, hingga yang lebih tidak jelas lagi, ditambah dengan gaya debat capres yang mungkin ditonton jutaan pemirsa pada 9 Juni lalu, sangat menjemukan dan tidak ada pertanyaan kritis yang terjawab dengan pas dan lugas, dan 'cetha mela mela', maklum karena dibatasi waktu yang mepet, dan sebenarnya sudah bukan tempatnya lagi untuk bicara visi dan misi, karena sebagian besar warga sudah bisa mengunduhnya di internet, dan banyak di media lainnya.
Saat ini ada yang jenuh nonton televisi karena stasiun-stasiun televisi swasta sudah mengusung capresnya masing-masing. Media sosial dipenuhi sampah kabar yang tidak bisa dipercaya, dan media lainnya pun mengikuti hal ini. Pembiaran sakaw informasi ini mungkin akan berakibat buruk bagi pertumbuhan informasi teknologi yang seharusnya bisa diterapkan dengan nilai kepercayaan yang tinggi.
Kok RT suporter Prabowo beda sama twit aslinya? pic.twitter.com/R0FtfwNKc2
— Herman Saksono (@hermansaksono) June 9, 2014
Ini NGAWUR "@riyantofajar: Bang,ini beneran????@iwanfals pic.twitter.com/ymAJW9yG8N"
— NYANYIAN RAYA (@iwanfals) May 27, 2014
Dokumen Keputusan DKP pecat Prahara 1/4 pic.twitter.com/THZL6IlpBQ
— Ulin Yusron (@ulinyusron) June 7, 2014
Dokumen Keputusan DKP pecat Prahara 2/4 pic.twitter.com/IqPrdAmauB
— Ulin Yusron (@ulinyusron) June 7, 2014
Dokumen Keputusan DKP pecat Prahara 3/4 pic.twitter.com/GfuzPhujCx
— Ulin Yusron (@ulinyusron) June 7, 2014
Dokumen Keputusan DKP pecat Prahara 4/4 pic.twitter.com/wkNiQ3rzJi
— Ulin Yusron (@ulinyusron) June 7, 2014
Belum lagi isu penggunaan aparat Babinsa yang jelas itu hanya 'fenomena Gunung Es' bantahan-bantahan dari elite politik tentang kenetralannya seakan sudah dipastikan tidak bisa dipercaya lagi. Akhirnya mungkin hanya dengan harga 20 ribu rupiah suara-suara masyarakat akan terbeli lagi. Kasihan bila ada capres yang sungguh-sungguh memiliki keinginan tulus namun harus gagal karena ini.
Akan jadi apa negara tercinta ini bila penyelenggara Pilpres sendiri tidak pernah muncul dan mengatur jalannya kampanye yang seharusnya bisa lebih murah dan tidak terkesan tergesa-gesa, sehingga masyarakat masih mampu mengedepankan otaknya untuk memilih pasangan yang pas dan dapat dibuktikan setelah terpilih.
Lampiran | Ukuran |
---|---|
![]() | 0 byte |