Celakalah yang merusak bumi

 

Celakalah yang merusak bumi

Saya gak peduli amat dengan hari bumi pada bulan april ini, mengapa karena sebenarnya tiap hari adalah hari bumi, kita tinggal di bumi, mati, kawin, mabok, sekolah, cari duit, dan semuanya kita tidak bisa terlepas dari bumi. Bahkan kalo sampe terlepas pun hanya orang-orang pada tingkatan makrifat yang bisa selamat, ya hanya merekalah para priyayi gung binatoro yang bisa melakukannya.

Sebagai orang biasa kita berasal dari bumi, dan akan menjadi bagian dari bumi juga semua tulang belulang dan daging yang menjadi pakaian dari ruh yang merupakan sebuah energi kekal. Ruh tidak pernah sakit namun jasmani ini yang bisa merasakan sakit. Jadi apa hubungannya entahlah, buah pikiran dan tingkah laku memelihara bumi dan merusak bumi mungkin bedanya tipis sekali. Hanya karena dilakukan dengan massal dan untuk memenuhi kebutuhan manusia dari belahan bumi yang lain yang menjadikan penggundulan hutan dan eksplorasi lain sebagainya.

Agak naif juga ketika manusia menjadikan hasil bumi sebagai komoditi perdagangan, semuanya seakan harus bisa dilipat menjadi pecahan rupiah maupun dollar namun sampai disitu semuanya selesai karena sudah terbayar dengan uang dan lunas. Seakan lupa bahwa waktu bumi untuk menumbuhkan pohon ataupun mendatangkan air membutuhkan sela istirahat tertentu dan itu tidak tergantikan dengan uang. Sehingga pada akhirnya alam dan bumi ini juga meminta bayaran minimal seonggok daging manusia ataupun bangunan untuk dijadikan anggota badannya lagi sebagai energi untuk membangun kembali apa yang sudah hilang. Namun tetap saja waktu itu tidak bisa dipercepat.

Seandainya saja para penggundul hutan itu memiliki ramuan yang dipakai Obelix dan Asterix buatan Panoramix, maka mungkin mereka akan lebih cepat kaya dan tidak perlu bersitegang dengan alam, bahkan penduduk setempat yang selalu saja tidak mendapatkan nangka namun selalu ditempeli getahnya. Siapa bilang pendidikan saat ini ramah lingkungan, berapa banyak kertas hasil tebangan pohon, bangku-bangku sekolah dari kayu jati, wow... ternyata kita memang tidak dididik untuk ramah kepada bumi dan kehidupan kita sendiri. Demikian pula pemikiran untuk menjaga bumi ini mungkin hanya sebatas jargon semata karena akan semakin banyaknya persoalan kependudukan dan ekonomi yang menjadi hajat hidup milyaran jasmani dan akan semakin bertambah, wallahuallam....

Atas