Bukan bermaksud menghubungkan kejadian meninggalnya seseorang dengan bully di sosial media. Kabar tentang seorang anak SMA yang sedang berkonvoi setelah melakukan UN dan bermasalah dengan Polisi. Anak tersebut bernama Sonya Depari. Terjadi serangkaian twit dan celotean di sosial media terhadap kejadian tersebut. Sonya Depari mengaku sebagai seorang anak dari seorang petinggi Polisi di BNN yang bernama Arman Depari.
Begini suasana saat Si Cantik Sonya Ekarina bentak2 Polisi & mengaku Putri Arman Depari. @Lintas_MNCTV Pkl 16.00https://t.co/J13lXRoRfd
— MNCTV (@Official_MNCTV) April 7, 2016
Pak Arman pada awalnya belum menjelaskan bahwa Sonya Depari adalah keponakannya. Namun mengatakan bahwa Sonya bukanlah anaknya. Memang betul karena memang keponakannya. Dan apa yang terjadi selanjutnya setelah sehari, ayahanda Sonya Depari meninggal dunia karena efek dari peristiwa tersebut.
Makmur Depari meninggal setelah melihat video Sonya. Arman Depari minta maaf atas perilaku keponakannya. https://t.co/0W6GNB4ykD
— Lynda Ibrahim (@lyndaibrahim) April 7, 2016
Turut berduka bagi seluruh keluarga yang ditinggalkan.
Dibully Nitizen, Ayah Siswi Pencatut Nama Arman Depari... https://t.co/pDXg0fI8KW
— suryaden (@suryaden) April 7, 2016
Mengapa harus ada hal seperti ini?
Sedih melihat ending kejadian yang seperti ini. Jelas bahwa kejadian diawali dengan kejadian biasa bahwa anak-anak remaja SMU berkonvoi pasca UN, ataupun pasca pengumuman UN. Bagaimana penyaluran rasa suka cita remaja harus terbelenggu dan bermasalah? Hal yang lumrah ini menjadi hal yang luar biasa ketika ada penyebarluasan informasi dan menjadi penghakiman dan urun pendapat ribuan pengguna media sosial. Sedihnya.
Kapolresta Medan: Hentikan mem-bully Sonya Depari!: https://t.co/KMMIH0Udol via @YouTube
— Keripik Jagung (@ratambachips) April 7, 2016
Semoga saja memang tidak ada hubungannya, antara kepergian ayah Sonya Depari dengan peristiwa bully massal kepada Sonya Depari. Sosial media memang memiliki pisau yang tajam di banyak sisinya. Bijak menggunakannya, namun tidak diketahui efek teks yang tertulis dan dibagikan terhadap seseorang lainnya di tempat yang berbeda. Sungguh kita tidak tahu efek atau apa yang akan dirasakan orang lain atas apa yang terjadi. Seakan-akan memang para netizen memang berada pada posisi yang sulit sekali, setiap salah bisa disalahkan dalam posisi dan situasi apapun.
Sungguh kejadian ini perlu disayangkan karena menyangkut kehidupan seseorang anak yang seharusnya dapat tumbuh menjadi orang dan generasi yang lebih baik. Pelarangan konvoi bagi remaja karena pelampiasan kegembiraan memang sebagai tindakan pencegahan bagus, namun juga harus perlu diketahui bahwa pelampiasan kegembiraan dan ekspresi diri bagi remaja adalah sebuah hal yang sangat penting, sulit dicegah, bila tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi anak remaja.
Memang tidak ada pelajaran yang baik dan bermutu atas kejadian yang menimpa Sonya Depari, dan sejenisnya di lain tempat di negeri ini. Selain menimbulkan korban yang tak terduga, tentunya juga hal tak terduga yang buruk lainnya. Karena kebiasaan dan perilaku umum yang langsung menghujat. Menjadi sebuah pertanyaan besar memang mengapa kita menjadi seperti ini?.
Stres Pemberitaan, Ayah Kandung Sonya Depari Meninggal https://t.co/cSSaK7NATZ via @bintangcomID pic.twitter.com/L5FnReiLLm
— SCTV (@SCTV_) April 7, 2016
Ayah Siswi Cantik Sonya Depari Meninggal Dunia Usai Anaknya Di-bully di Media Sosial: Kabar… https://t.co/lKX7H90w0f
— Tribun Timur (@tribuntimur) April 7, 2016
Semoga tidak terulang kejadian seperti ini.