Air selalu memberi motivasi dan nuansa dalam banyak pemikiran, bayangkan jika mungkin anda seorang perokok yang sedang bersedih hati karena kematian seorang Michael Jackson. Atau mungkin bukan seorang perokok yang sedang berpikir keras, tentunya secangkir air atau sebotol air akan menemani menerawang jauh menembus imajinasi otak, apa jadinya ketika tidak ada air dalam ruangan itu, pastilah harus mendapatkannya hingga seperti Kashmir yang menjadi rebutan gara-gara air juga. Bahkan dalam banyak versi surga diibaratkan dengan limpahan keindahan dan sungai-sungai yang mengalir jernih. Air menjadi tujuan hidup, sarana kehidupan, bahkan sumber kehidupan, dimana ada kehidupan pastilah disitu ada air sebagai awal kehidupan, hampir bisa dipastikan.
Entah berapa gelas air yang dikonsumsinya untuk mengenyahkan kesedihan hatinya hingga terbitlah tulisan the moon Is walking, menebar rasa terenyuh pembacanya, apalagi teringat ketika masih remaja dimana segala bentuk emosi, nafsu, pemberontakan, pencarian dan penumbuhan citra diri bergolak menjadi satu dalam waktu yang tidak panjang, laksana air yang bergolak menerjang dan ingin memenuhi seluruh ruangan yang ada. Sebuah ruang hati yang luas tak terkira, namun akan segera menjadi lain ketika setetes air cinta menerpa, nyess... bahkan ketika tetes kedua, tetes ketiga dan seterusnya, akan membentuk melengkapi kepribadian yang kokoh dan teguh.
Laksana rumah kebanggan ini yang dibangun dari tetes air bertubi-tubi tidak pernah habis, makin dalam makin indah, seindah air itu sendiri. Juga ketika kehadiran para sahabat dalam mewarnai babad perjalanan berkehidupan bersama tanpa batas jarak geografis. Semakin yakin bahwa puncak-puncak kesempurnaan adalah air sebagai salah satu unsurnya. Air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah, berubah wujud ketika harus naik ke langit bersama udara, dengan dibakar oleh sinar mentari sebelumnya untuk kemudian turun lagi menjadi sesuatu yang ditunggu. Jatuh ke tanah, meresap dan menumbuhkan pepohonan, diminum oleh manusia untuk mencukupi dahaganya. Menjadi utusan alam ketika harus menegor kekotoran perilaku manusia, membersihkan, untuk kemudian menumbuhkannya lagi.

Bahkan saking mulianya harus diprivatisasi, sejajar dengan barang tambang logam mulia ataupun batu mulia. Menjadi alat cuci otak yang sesungguhnya, melobangi batu dengan tetesanmu. Air mungkin adalah perwakilan surga agar tidak kentara ketika membawa bibit tanaman bahkan katak atau ikan yang hadir ketika hujan pertama tiba. Menjadi muthmainah dalam kemanusiaan seseorang untuk membawanya kembali ke pangkuan pencipta di rumah surga, betapa mulia tetes air itu. Air adalah bagian terbesar dari babad kehidupan panjang meski harus naik ke langit kemudian turun lagi, jumlahmu mungkin tetap sama, betapa impian dan imaji orang bodoh itu yang mengatakan akan adanya krisis air. Dimana dunia akan kering kerontang, gersang, panas, pastinya jika demikian seluruh air ada di surga, di mata air misterius, rahasia tempatnya dan air hanya akan habis ketika bumi tak bisa menerimanya lagi, dimana manusia memang sudah harus binasa. Meski lantang mereka berkata satu kata tentang Indonesia, meskipun itu bukan harapan kami di Jogloabang ketika kenyataan telah menusuk hati kaumbiasa.