sesat sebagai gaya hidup

 

sesat sebagai gaya hidup

Muncul lagi fenomena tentang pengusiran sebuah kelompok yang dinamakan Gafatar di Kabupaten Mempawah Propinsi Kalimantan Barat. Terus terang penulis tidak begitu paham dengan apa yang dinamakan organisasi Gafatar atau Gerakan Fajar Nusantara yang sekarang para pengikutnya (konon) sudah dalam transportasi dari Mempawah ke tempat tinggalnya masing-masing dengan julukan baru yaitu Eks Gafatar. Tentu saja siapapun boleh mengatakan aliran atau sebuah ormas itu sesat ataupun tidak sesat untuk saat ini karena tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dan dibiarkan saja, sehingga organisasi-organisasi keagamaan atau sebuah majelis yang katanya terdiri dari para ulama sangat produktif untuk mengeluarkan fatwa sesat, dari yang tadinya memiliki produk sertifikasi halal, bukan haram. Organisasi-organisasi yang produktif mengeluarkan fatwa sesat tersebut sepertinya sangat arogan dan tidak berpikir apa efek buruk bagi orang-orang yang kemudian mendapatkan akibat dari fatwanya tersebut, apalagi tindak anarkisme yang kemudian muncul dan menggunakan fatwa tersebut sebagai modus operasinya.

Gaya Hidup Sesat Menyesatkan

Majelis yang isinya ulama tersebut muncul ketika orde baru dan semakin ngetop ketika pada Rejim sebelum Jokowi. Pemerintah saat itu selalu berkomunikasi dan merujuk pada apa yang dikatakan Majelis tersebut. Hingga pernah ada peristiwa di Bantena atau di Jawa Barat sebelah mana begitu tentang pengusiran bahkan pembunuhan anggota Ahmadiyah. Bahkan ada rekamannya yang tersebar di Media Sosial. Cukup mengerikan dan membuat yang menonton bisa muntah-muntah. Apalagi cuma bakar membakar, membunuh orang pun dengan dasar kata 'sesat' ini masih cukup laku dan dihormati oleh negara yang cukup pekok ini.

Tidak akan mungkin ada pengadilan bagi yang membunuh dan merusak bahkan menyerang Hak Asasi Orang lain sesama saudaranya sebangsa dan senegara yang berBhinnekaTunggalIka ini. Karena alasan dan motif 'Sesat' sudah cukup menjadi dasar untuk melakukan pembenaran atas apa yang dilakukannya. Terulang lagi di tahun 2016 ini pada para anggota Gafatar yang mengeluarkan modal sendiri untuk menjadi petani (katanya) di Kalimantan dengan adanya pengusiran dan pembakaran rumah dan lahannya. Sungguh Gaya hidup yang cukup mengharukan, membakar dan mengusir tanpa proses klarifikasi dan pengadilan yang sebenarnya gratis dan disediakan oleh negara.

Gaya Hidup Paling Benar Sendiri

Sudah mafhum bagi banyak orang maupun para korban kekerasan tanpa alasan di negeri ini. Mereka yang menjadi korban dari Gaya Hidup Paling Benar Sendiri ini semakin banyak dan akan selalu terus bertambah karena memang didukung dengan kurikulum pendidikan yang mengakomodirnya. Politik ingatan tentang komunisme, kesesatan dan berbagai hal yang sebenarnya hanya untuk membela kelompok tertentu makin girang diadopsi untuk menjadi dasar alasan melakukan Gaya Hidup Paling Benar Sendiri, siapa yang berbeda akan disikat dengan terang-terangan. Gafatar yang hanya sebiji kuku mengalami hal sebagaimana Ahmadiya maupun Syiah yang tentunya lebih terkenal di dunia, sehingga banyak kepala daerah yang mau menampungnya tentu saja hanya karena sebiji kuku dan jumlahnya tak sampai puluhan ribu. Coba saja apabila jumlahnya puluhan ribu atau bahkan pernah menjadi paratai politik seperti PKI, tentu saja para kepala daerah dan pemerintah akan kewalahan dan politik gaya hidup paling benar sendiri akan merajalela, sah untuk membunuh dan merampas aset berharga para anggotanya. Tentu saja gratis dan dijamin dengan dasar kata 'sesat' tersebut.

Gaya Hidup State Terorism

Teror oleh negara seperti pernyataan menteri riset dan teknologi tentang LGBT, mungkin tidak disadari sebagai state terorism karena bisa jadi tidak paham, bukan bidangnya, waton njeplak ataupun kelanjutan dari gaya hidup paling benar sendiri dan gaya hidup sesat menyesatkan karena sudah difatwakan oleh organisasi produsen margafatwa eh salah fatwa. Agak kacau memang hidup berbhinneka itu, harus berpikir panjang dan jernih, apalagi jika dasarnya adalah penjlentrehan dasar negara ala orde baru yang dulu sering dipenatarkan namun hanya menambah rasa malu akal sehat.

ya begitulah

Atas