Suatu saat pernah bepergian ke lain kota, celakanya ponsel tertinggal. Semua data, undangan hingga lokasi berada di ponsel. Sudah barang tentu, kegelapan menghantui akan sampaikah ke tujuan?. Ternyata memang tidak sampai, jika diterus-teruskan, mengapa?. Dengan kekonyolan alat komunikasi ponsel cerdas yang didalamnya berisi aplikasi juga untuk ojek atau taksi online, akibatnya harus menggunakan angkutan transportasi dungu. Alat transportasi dungu taksi offline, yang jika dengan informasi minim plus pertanyaan, sopirnya akan menjawab, tidak tahu, tidak paham dan sebagainya, karena memang tidak bermodal GPS. Solusi pun harus ditemukan setelah menghabiskan berjam-jam dengan angkutan dungu dan penghitung jarak argometer yang dungu pula, beli ponsel baru dan wifi. Baru kemudian sampai ditujuan karena bisa membuka email dan memasang aplikasi untuk memanggil sarana transportasi cerdas yang sedang dilawan oleh sarana transportasi dungu yang dibelakangnya pemodal dan pengusaha besar, yang juga membodohi pekerjanya dengan tidak memberikan atau upgrading sopir dengan teknologi dan kecerdasan tertentu agar tidak terlihat terlalu membodohi penumpang agar mendapatkan duit setoran yang pastinya jadi tidak halal tersebut. Serta sumpah serapah dalam hati penumpang yang dilayani dengan layanan model dungu.
Layanan Transportasi Dungu vs Cerdas
Tak usahlah dijelaskan mana yang dungu dan cerdas. Pengemudi yang memberikan layanan kepada orang yang membutuhkan memang tidak perlu aturan atau ijin negara, sebab mereka memiliki aturan sendiri yang jelas lebih gamblang, dilindungi asuransi, ada penilaian demokratis dan jujur dari pengguna, dan terpantau secara digital dengan aplikasinya yang terhubung dengan servernya. Jadi apa yang terjadi atau ada peristiwa apa, server dapat menemukannya, dan ditambah jika ada laporan langsung realtime dari pengemudi ataupun penumpangnya. Dalam hal ini layanan angkutan model cerdas memiliki segala-galanya untuk memenangkan hati masyarakat. Plus harga yang pantas dan tidak memaksa, dan bisa dipanggil dari posisi apapun menggunakan ponsel cerdas yang sekarang banyak tersedia dan menjadi mayoritas penjualan telepon seluler.
Transportasi dungu jelas tidak memiliki iku semuanya, satupun. Mungkin hanya layanan cerewet dari sopir atau mungkin curhat karena nasibnya diliputi dengan kegelapan karena terlalu setia dengan moda transporasi dungu. Cukup menjijikkan dan tidak perlu untuk diapresiasi, karena memang tidak layak. Selain kondisi kendaraannya juga seragam dan tidak menarik sama sekali. Bahkan dalam hal ini negara atau pemerintah daerah hampir sama-sama dungunya dengan melindunginya karena masih dalam masa kegelapan, namun mungkin bergelimpang setoran gelap yang menggemukkan pundi-pundi emasnya. Untuk hal ini kemungkinan hanya pemilik kehidupan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya.
Jadi mungkin itu juga yang akan membuat banyak pemerintah daerah dan pemerintah lainnya akan mempertahankan layanan transportasi dungu. Karena kegoblogan dan kedunguan adalah prioritas mereka untuk mendapatkan pundi-pundi emas secara lebih gampang, banyak dan membahagiakan. Dan kemungkinan besar daerah saya yang istimewa itu, masih menganut ideologi dungu yang seharusnya ada di kerak neraka.
Biarkan Masyarakat memilih moda transportasi Kesukaannya
Untuk adil dan baiknya memang masyarakatlah sebagai pengguna memilih mana yang disukainya tanpa perlu ada drama bentrok antara sopir angkutan dungu dan angkutan cerdas yang memalukan sekali. Pemerintah sebaiknya bisa cerdas mengetahui mana yang akan diperbaiki kapasitasnya, bukan seperti calon gubernur DKI yang malah akan membayar dan menggaji angkutan lama yang sama-sama dungu, dibayar agar kemacetan dan antrian kendaraan makin banyak sehingga tidak menganggu pekerjaan leyeh-leyehnya.
Terkadang mendengar celetuk dari orang-orang pemerintahan atau penggedenya tentang 'smart city' dan sebagainya. Mimpi itupun mungkin hanya bisa dilakukan oleh para pemimpin tertentu yang memiliki kecerdasan dan niat bekerja dengan benar. Sementara rakyat tahu sekali, terutama yang cerdas dan terdidik, siapa yang memiliki kemampuan untuk itu. Memang menjadi semacam solusi, bagi tata kota dan tata transportasi yang manusiawi, dan itu tugas pemerintah untuk menyediakannya bukan malah mengatur mana yang punya ijin perusahaan dan mana yang tidak. Bentrokan yang ujung-ujungnya adalah peraturan baru dan perijinan baru, hanyalah drama yang dilakukan agar masyarakat tampak sangat bodoh dan tergantung pada keputusan pemerintahnya.
Atau, jika perlu pemerintah mengadakan referendum saja, bagaimana mengatasi permasalahan tentang layanan transportasi dungu dan cerdas ini, karena mata pemerintah yang silau dan agak rabun, biarkan masyarakat dengan keluguannya memilih mana yang menurutnya diperlukan. RIndu transportasi cerdas, kerinduan dan kecerdasan seperti apakah yang diinginkan adalah hak dasar warga masyarakat, dan warga negara yang E-KTP pun hingga saat ini, masih tidak jelas.
[ Gambar : sini ]