Puncak hukum adalah kekuatan politik. Puncak kekuatan politik adalah power kekuasaan. Power kekuasaan adalah senjata dan rakyat terlatih yang bisa memainkannya. Puncaknya adalah harmoni kekuatan yang bisa menyatukan rakyat terlatih dengan yang tidak terlatih, baik punya otak ataupun hanya tenaga. Harmoni tersebut adalah sistem.
Sistem politik dan sistem bernegara, sudah tergantikan dengan istilah politik santun, politik tatakrama yang sebenarnya adalah politik angkara murka. 'Angkara' saja sudah seram sekali, apalagi ditambah dengan 'murka', dan lebih celaka lagi mereka kemudian 'berseragam' agar nampak santun, dan menjadi alunan nada memabukan dibalik kesejahteraan yang menutupi darah berceceran dan penderitaan yang harus ditutupi bersama-sama dalam sebuah korps kebangsaan 'angkara murka' berbintang lima.
Secara naluriah dan hewaniyah memang biayanya sangat mahal. Penguasa yang memelihara binatang buas seperti harimau haruslah memberikan jaminan kesejahteraan bagi hewan piaraannya tersebut, meskipun jika lengah piaraannya tersebut bisa menerkam dan membunuhnya. Bukan hanya macan yang bisa dilihat keelokannya ketika bertempur dan berbaris, namun anjing penjaga pun bisa juga melakukan kebrutalan seganas macan apabila sedang kelaparan atau birahi. Dan mereka dalam jenis yang sama sekalipun ketika sedang bersantai atau mencari hiburan bisa saja bertarung dengan sesamanya atau sejenisnya yang liar tumbuh diluar kedaton, karena satu dan lain hal, diantaranya adalah karena pembawaannya yang buas dan harus selalu diladeni.
Hal ini memang tak perlu dibesar-besarkan dan digagas karena mereka memang seperti itu, hanya orang biasa seperti kita sahaja yang harus hidup berhati-hati agar tak tersenggol atau terkena tikaman angkara. Rentetan kejadian seperti ini adalah hal sangat biasa yang kita hanya bisa menyaksikannya sambil menyingkir:
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung, menyatakan telah terjadi peningkatan bentrokan antara TNI dan Polri dalam kurun beberapa tahun terakhir.
"Ada peningkatan bentrokan hampir 300 persen. Ini menunjukan ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam hubungan TNI-Polri," kata Pramono Anung, di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.
Dirinya melihat salah satu hal yang mungkin membuat terjadinya ketimpangan antara TNI dan Polri sehingga meningkatnya bentrokan adalah kewenangan TNI yang terpangkas.
"TNI dulu begitu dominan termasuk mengurusi kemasyarakatan. Sekarang semua menjadi ranah polisi. Apalagi dalam berbagai hal kita dipertontonkan dalam persoalan misalnya korupsi simulator yang seorang jenderal bintang dua begitu besar korupsinya, ternyata istrinya juga banyak. Ini menurut saya jadi contoh tidak baik bagi Polri," kata Pramono.
Terhadap penyerangan yang dilakukan TNI terhadap Mapolres OKU, Baturaja, Sumatera Selatan, Kamis (7/3) pagi, Panglima TNI dan Kapolri harus memberikan hukuman seberat-seberatnya bagi siapapun yang melakukan tindak kekerasan.
"Ini negara demokrasi. Penyelesaian tidak boleh setengah hati. Dalam konteks penyerangan, Mabes TNI harus memberikan hukuman seberat-beratnya," ujar politisi PDIP itu.
Ia sendiri mengaku, dalam konteks besarnya, TNI sudah menata diri dengan baik, mereka tidak masuk dalam proses demokrasi.
"Tetapi mungkin proses kecemburuan itu ada. Saya lihat gesekan-gesekan di lapangan biasanya dimulai hal-hal kecil. Di daerah ada ketimpangan antara seorang komandan Kodim sama Kapolres. Padahal pada wilayah yang sama. Untuk itu harus ada perbaikan, penghargaan, penghormatan supaya tidak ada ketimpangan yang besar," kata Pramono.
Untuk menghidari terjadi bentrokan, masih kata dia, penyatuan TNI dan Polri seperti dulu bukanlah jalan keluarnya.
"Dalam demokrasi, pemisahan itu harus dilakukan. Yang paling penting aparat Polri harus intropeksi diri," demikian Pramono Anung.
Kecemburuan karena ketidakmampuan mengelola secara proporsional, menyebabkan rasa tidak adil dan tidak diperhatikan. :
JAKARTA–Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani menilai bahwa adanya rivalitas antara TNI dan Polri telah menyebabkan konflik diantara kedua lembaga tersebut.
“Seharusnya kedua lembaga ini (TNI/Polri) saling mendukung dan melindungi. Namun yang terlihat justru sebaliknya. Diantara TNI dan Polri seolah-olah ada rivalitas, dimana mereka ingin menunjukkan kekuatan dan level masing-masing,” kata Jaleswari dalam Dialog Pilar Negara bertema “Menata Hubungan TNI/Polri” yang diadakan MPR di Gedung Nusantara IV MPR/DPR di Jakarta, Senin (25/3).
Menurut dia hubungan antara TNI dan Polri memang banyak menimbulkan spekulasi, salah satunya adalah adanya kecemburuan sosial diantar dua instansi keamanan negara itu.
Jaleswari berpendapat TNI dan Polri seharusnya mampu bersikap disiplin dan profesional mengingat keduanya memang mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda.
“Seperti yang kita tahu, TNI itu bertanggung jawab terhadap pertahanan negara dari ancaman luar, sedangkan polisi bertanggung jawab atas keamanan negara dari dalam,” ujar pengamat LIPI itu.
Namun, dia menambahkan, dalam implementasinya ada kesulitan dalam pembagian tugas antara TNI dan Polri yang diduga akibat masalah struktur penempatan TNI dan Polri yang tidak tepat, dimana TNI secara struktur ditempatkan di bawah Kementerian Hukum dan HAM, sedangkan Polri ditempatkan langsung di bawah Presiden.
“Kalau kita sepakat, memang ada perbedaan antara TNI dan Kepolisian. Permasalahannya, kenapa mereka sulit sekali ‘disatukan’? Disinilah dibutuhkan yang namanya perubahan struktur, dimana bisa terjadi diantara kesatuan mereka,” katanya.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin berpendapat bahwa harus ada politik anggaran yang serius untuk kesejahteraan TNI dan Polri yang layak.
“Saya pikir masalah kesejahteraan merupakan faktor utama pemicu konflik diantara TNI dan Polri karena saat ini masih banyak fasilitas kesejahteraan mereka yang tidak layak,” katanya.
“Beban mereka sangat berat, dan ternyata fasilitas bagi TNI dan Polri masih belum layak. Tentu ini dapat menjadi polemik bagi mereka yang harus selalu siap berkutat dengan situasi berbahaya,” ujar Lukman. (Antara/juanda)
Sumber: TNI VS POLRI: Kecemburuan Sosial Salah Satu Pemicu Rivalitas
Pertikaian di area-area elite dan highclass:
SLEMAN – Polisi bergerak cepat menangani kasus terbunuhnya seorang anggota TNI dari kesatuan Kopassus di Yogyakarta. Bahkan, untuk menangkap salah satu pelaku, polisi sampai mengerahkan satuan Brimob.
Peristiwa tragis yang menimpa Sersan Satu Santoso, 31, itu terjadi di Hugo’s Cafe Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Selasa (19/3) dini hari. Korban dikeroyok hingga akhirnya tewas karena menderita luka tusuk.
“Korban menderita luka tusuk di dada sebelah kiri pada pengeroyokan di tempat hiburan yang terjadi Selasa dinihari sekitar pukul 02.30 WIB,” kata Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Polisi Sabar Raharjo, Selasa (19/3).
Sementara itu, Kapolres Sleman AKBP Hery Sutrisman mengatakan, dalam satu jam, polisi bisa menangkap salah satu tersangka yaitu DS, warga Indonesia Bagian Timur yang berada di Sleman dan seorang lagi berinisial JH.
“Kami sudah menangkap dua tersangka pelaku pengeroyokan. Saat ditangkap mereka melakukan perlawanan,” kata Herry.
Ia mengatakan, pihaknya masih mengejar dua tersangka lainnya serta beberapa target operasi yang terlibat keributan di tempat hiburan tersebut.
“Saat ini para tersangka masih dimintai keterangan atas kejadian tersebut,” kata Herry.
Kapolda DIY Sabar Raharjo menambahkan, dipastikan ada satu pelaku yang merupakan mantan polisi yang dipecat dari kedinasan.
Selain itu, polisi juga masih mengejar tersangka lain dalam pengembangan kasus itu. Penangkapan itu dilakukan di suatu tempat yang menjadi lokasi mangkal para tersangka.
“Kasus ini dalam satu hari harus sudah bisa terungkap dan tersangka ditangkap semua,” kata Kapolda.
Sabar mengatakan, pihaknya juga bekerja sama dengan TNI untuk pengungkapan kasus ini.
“Sudah ada koordinasi dengan TNI, kami dipersilakan menangani kasus ini lebih dulu. Panglima Kodam Diponegoro mempercayakan polisi dalam mengungkap kasus ini,” kata Sabar.
Ia mengatakan, penangkapan tersangka DS dilakukan satu jam setelah kejadian. Pagi harinya, seorang tersangka yang merupakan polisi yang dipecat juga ditangkap.
“Dua lagi tersangka ditangkap di sebuah asrama di wilayah Lempuyangan, Kota Yogyakarta, dengan mengerahkan anggota Satuan Brigade Mobil Polda Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Sabar.
Sumber :(Jibi/sae/juanda)
Masyarakat bisa menebak dan tahu, tapi tak bisa berbuat apa-apa, selain hanya ingin damai, aman dan tak menjadi korban salah sasaran (tambahan). Hanya berharap semoga bisa diadili seadil-adilnya tanpa harus mengorbankan atau mencari kambing hitam, politik berinformasi haruslah santun dan bisa dipertanggungjawabkan:
JAKARTA, (PRLM).- Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Adrianus Meliala mengatakan sebenarnya polisi sudah tahu siapa pelaku yang sesungguhnya atas kasus penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Kendati pihak Polri sudah mengetahuinya, aparat institusi itu tidak berani mengingkapnya karena alasan tertentu.
Polri tidak berani menangkap karena khawatir persoalan itu akan meluas ke ke tingkat institusi. “Polri sudah tahu pelaku sesungguhnya, tapi tak berani menangkap dan menunggu kerelaan pihak TNI untuk bertindak,” ujarnya.
Adrianus tidak sependapat kalau persoalan munculnya konflik TNI-Polri akibat ketimpangan kesejahteraan sehingga menimbulkan kecemburuan. Menurutnya, secara struktur kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 persen, dan Polri hanya 15 persen anggaran.
“Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,” ujarnya.
Sementara pengamat militer, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan kalau pemerintah gagal mengungkap konflik kekerasan tersebut berarti negara dikalahkan oleh kekuatan di luar negara. Menurut dia, munculnya kekuatan di luar instutusi negara makin mempertegas bahwa pemerintah tidak mampu mengendalikan aktor-aktor negara yang justru menciptakan ketidakamanan dan ketidaknyamanan masyarakat.
“Yang mengontrol semua kendali keamanan adalah pemerintah, sehingga ironis kalau TNI/Polri justru menciptakan instabilitas dan ketidakamanan,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa kalau Pangdam Diponegoro menyatakan tidak adanya keterlibatan Kopassus, maka itu harus dibuktikan di depan hukum.
Dalam kondisi demikian, ujar Jaleswari, Presiden SBY harus memanggil Panglima TNI dan Kapolri untuk menyelesaikan penembakan tersebut. Dengan demikian, siapapun yang terlibat harus ditindak tegas. “Kalau penembakan itu berangkat dari kasus penusukan anggota Kopassus, seharusnya jauh-jauh hari kemungkinan penyerangan itu bisa diantisipasi,” ujarnya. (A-109/A_88)***
Sumber: Menanti Kerelaan TNI untuk Bertindak: Adrianus, "Polisi Sudah Tahu Pelaku Penembakan di LP Cebongan"
Jika mengingat kasus petrus (penembakan misterius) pada masalalu memang yang akan menjadi korban adalah masyarakat dunia kelam. Antek-anteknya sendiri yang biasanya menjadi ATM-nya. Kelompok masyarakat kurang terdidik namun memiliki kemampuan melakukan kekerasan yang sangat mudah diadu domba, untuk kemudian dihabisi, dan memberikan impak kenaikan jabatan atau naiknya citra kewibawaan yang memang seharusnya sudah menjadi tugasnya.
Sudah saatnyalah kita menyadari kalau ronda atau poskamling itu adalah sarana mengadu masyarakat secara horizontal, karena jika aparatus pemerintah bisa melakukan tugasnya dengan baik hal itu akan meminimalisir bentuk kejahatan, karena ada negara yang hadir dilingkungan kita sendiri.
Kita mungkin bisa paham mengapa ada pembantaian orang Ahmadiyah dahulu dengan tidak tahu kelanjutannya, pembantaian orang-orang Syiah. Semua seperti hal biasa, sebagaimana halnya kejadian-kejadian masa lalu ketika orde lama, yang harus mencuat dan menjadi revolusi yang mengubah negara dengan konflik pembunuhan yang dilakukan militer kepada jendralnya, dan yang menjadi korban adalah kelompok masyarakat tertentu, yang sangat mudah dan awet untuk dijelek-jelekkan. Semoga sekarang tidak ada lagi kaum yang bisa awet dijelek-jelekkan, dan politik angkara murka, sungguh menyakitkan meskipun bagi yang hanya mendengar dan menjadi penonton.
Lampiran | Ukuran |
---|---|
![]() | 0 byte |