Politik memang LOL sekali. Apalagi jika mencermati, atau bahkan tidak perlu cermat. Cukuplah melihat, mengikuti tidak usah keterlaluan, memiliki referensi cukup dan memiliki sedikit kewarasan. Merasakan lucu dan bagaimana cara orang-orang pintar membolak-balik kata, beretorika, mencekoki masyarakat dengan berbagai kata sebagai kampanye oral dan melakukan manuver-manuver bahkan detik per detik agar mendapat kepercayaan dan mendapatkan hati untuk dipilih di Pilkada LOL tersebut.
Cukuplah kita makan dengan bumbu dapur dan rempah yang berasal dari bumi pertiwi, ditanam baik oleh orang pribumi maupun non pribumi yang meluangkan waktu dan bekerja profesional menghadirkan lombok, gula, garam, santan dan sebagainya hingga sampai ke dapur. Bukan urusan agama, bukan urusan pemerintahan namun urusan perut, urusan lidah dan urusan citarasa. Setelah dimakan kemudian terasa kenyang dan menenteramkan hati, sudah cukup kiranya tidak usah meminta lebih, dan kemudian bekerja lagi untuk mencari seonggoh nasi dan ramuan bumbu dapur yang harus dibayar dengan keringat dan olah otak. Tidak perlulah memakan bualan-bualan dan caci maki yang mengkafirkan dan ingin membentuk khilafah atau negara islam lainnya, yang nantinya agama yang sudah diramalkan oleh nabinya tersebut memang terpecah menjadi 73 firqah, dan kitapun tidak tahu apakah dalam firqah-firqah tersebut ada sub-sub firqah yang juga saling bunuh membunuh, mengkafirkan dan tidak mensholatkan jenazah. Jelas hanya mereka yang mengetahui tidak akan berteriak-teriak dan berkata kesana kemari seperti orang mencari dukungan, malah dikatakan sebagai orang gila nantinya, karena terlalu banyak mengetahui hal-hal yang sangat sulit diketahui.
Tidak perlu kata kunci yang menukik atau tajam memang. Pendidikan adalah kunci dari semua hasil dari demokrasi, karena demokrasi dan pilkada LOL lainnya sebenarnya adalah untuk mencegah yang terburuk berkuasa. Namun apabila nantinya suara masih bisa terbeli dengan uang, menistakan pikiran dan pengamatan waras lainnya. Tinggal menunggu waktu saja sebenarnya bom waktu yang dibawa saat Proklamasi 1945 dan kekhawatiran para founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan adalah masalah serius bagi kita semua, selain harganya mahal, cukup sulit untuk bersekolah karena guru-gurunya bikin ngantuk, dan hanya soal ujianlah yang bisa menyegarkan.
Cukuplah bisa memahami konteks bahwa Pilkada LOL adalah memilih pempimpin daerah, atau bahasa kerennya adalah pelayan masyarakat, jadi sebenarnya adalah memilih CEO yang bisa memanajemen sebuah daerah karena jika diperas lagi adalah mencari seseorang yang bisa membuat daeraah tersebut memiliki penghasilan tinggi, bukan malah menghabis-habiskan atau menghambur-hamburkan anggaran. Dan kunci keberhasilan atau indikator kinerjanya adalah bukan menghabiskan uang anggaran seperti yang dilakukan Mendikbud kemarin ketika pergi ke Jerman dan menghambur-hamburkan uang yang konon sebanyak 150an milyar. Celaka bukan, piknik aja mahal, dan tidak modal, malah minta dibayari. Betapa konyolnya kita.
Namun ya bagaimana lagi, semua orang memiliki hak dan citarasa untuk memilih. Memilih yang seagama, memilih yang pintar, memilih yang boros, memilih yang tegas namun memiliki kinerja bagus, memilih yang berbeda agama dan etnis dan sebagainya. Pilihan adalah pilihan, dan semua orang bertanggungjawab atas apa yang dipilihnya. Bilasaja nanti mengecewakan karena harus tergusur untuk penataan kota, sakit hati adalah bukan solusi, pikiran sadar dan tidak kekanak-kanakan untuk masa depan, kebaikan serta banyak hal positif lainnya seharusnya menjadi acuan untuk tidak sekedar mengutamakan ego kepentingan pribadi dan sekelompok orang saja. Pikiran yang positif dan melayang jauh kedepan dengan tujuan yang jelas dan baik menjadi sangat sulit untuk ditemukan karena hati yang sudah dihancurkan dan ketidakpuasan dari angkara murka yang menjadi-jadi. Toh memang dunia ini meluncur ke arah kehancuran bukan?.
Ya dan memang iya, mengarah ke kebusukan dan kehancuran, tergantung dari manusia-manusia yang masih hidup, hal tersebut mau dipercepat ataukah diperlambat, atau akan dilawan. Tentu saja kembali ke pribadi, hati dan pikiran masing-masing orang, bukan agama tentunya, karena agama adalah faktor utama yang akan dihancurkan. Pertama dengan memecah belahnya, menciptkannya sebagai sebuah horor yang tidak membangun simpati dengan bergaya bar-bar di jalan dan di muka umum. Sudah terjadi dimana-mana bahkan pernah mungkin di depan wajah kita. Faktor ekonomi akan menjadi pelontar dan roh utama untuk saling menghancurkan, kebudayaan dan kewarasan akan menjadi hal yang sangat aneh dan ganjil. Dan tidak ada yang akan menyayangkannya, karena memang pendidikan dan semua yang dibangun untuk membesarkan manusia tidak menghargai itu semua secara tulus dan teguh. Lucunya kehancuran itupun akan terlihat sangat LOL sekali.
LOL yang terlalu sering pastinya juga tidak akan menjadi LOL juga.