Benci dan luka adalah pupuk kehidupan. Selain itu kambing hitam, kekalahan, kesalahan dan penderitaan orang lain adalah juga cahaya untuk membuat hidup bersinar penuh kemenangan maupun pondasi untuk mengukuhkan serta memperlama kekuasaan. Ingatan-ingatan buruk dan kekacauan akan selalu diungkapkan untuk memberi terang dan menyilaukan kebenaran agar tampak selalu benar. Sementara suara-suara kebenaran dan keadilan para korban apapun selalu disingkirkan, karena hal tersebut adalah masalah.
Selalu mempunyai masalah dan ancaman menjadikan organ-organ kekuasaan bisa berperilaku tetap gagah, tetap benar untuk dielu-elukan para penggemarnya yang juga mendapatkan keuntungan dari pamor tersebut. Kebenaran pasti bermusuhan dengan kesalahan, dan itulah yang akan selalu ditanamkan sementara didalamnya tertanam sebuah kunci, yaitu kunci kesejahteraan.
Dengan kata lain juga, 'tidak ada ampun' tidak ada lagi sisi hal yang baik yang bisa digunakan meskipun sebenarnya untuk kehidupan bersama yang menghargai perbedaan. Sungguh ironis ketika pada 9 Desember adalah hari anti korupsi sedunia, kemudian tanggal 10 Desember adalah hari Hak Asasi Manusia namun setelah itu ada pertemuan-pertemuan dari kalangan yang membencinya dan apalagi kalo bukan 'Komunisme' yang masih dianggap menjadi masalah dan ancaman. Selain embel-embel baru gerakan ekstrim kanan yang mengarah pada terorisme namun tidak akan di basmi, karena mungkin menguntungkan, dan masih memuat dendam kepada 'komunisme' yang dianggap 'atheis' atau 'tidak bertuhan'.
NU Online sering memberitakan hal berjudul seperti ini misalnya tentang 'Waspadai Komunisme Gaya Baru' dikutip langsung dari halaman Online-nya.
KH Hasyim Muzadi dalam kesempatan itu meminta masyarakat mewaspadai kebangkitan gerakan komunisme di Indonesia. Menurutnya sinyalemen kebangkitan PKI ini sudah sangat terlihat salah satunya membonceng Hak Asasi Manusia (HAM).
“Sekarang ini, gerakan itu masuk melalui ide, tidak seperti G30 S PKI dulu, dan jika dulu menggunakan revolusi sekarang ini komunis menumpang HAM, apalagi di Indonesia HAM ini tidak jelas jenis kelaminnya,” ujarnya.
Mahfudz MD mengatakan, peluang bangkitnya komunisme di Indonesia sangat besar. Pasalnya, hingga saat ini belum ada undang-undang yang bisa menjerat penganut ideologi ateis ini.
“Di Negera kita ini, seorang yang mengaku penganut ideologi komunis tidak bisa dijerat dengan hukum dan tidak bisa diadili. Karena memang tidak ada undang-undang yang mengatur masalah itu," bebernya.
menurut Jenderal Pol Anton Tabah, komunisme memanfaatkan euforia reformasi, isu HAM dan demokrasi, serta menumpang isu kemiskinan dan kebodohan.
"Kita harus mewaspadai tujuh radikalisasi yang bisa ditumpangi oleh kaum komunis. Yakni, radikalisasi kebebasan, radikalisasi HAM, radikalisasi ekonomi, radikalisasi politik, radikalisasi ideologi, radikalisasi demokrasi, serta radikalisasi agama," kata Anton.
Budayawan Taufiq Ismail mengingatkan, kelompok komunis sudah tiga kali mencoba merebut kekuasaan. Selepas reformasi mereka berusaha bangkit dengan berbagai cara. Ia meminta masyarakat mewaspadai munculnya KGB (Komunis Gaya Baru). Kelompok KGB ini selalu mendesak pemerintah agar meminta maaf atas tragedi 1965.
Mungkin wajar bagi NU mengatakan hal seperti itu karena pada masa dahulu merasakan perang berhadap-hadapan dengan PKI di lapangan dan di desa-desa. Pun wajar ketika ketika komandan-komandan Militer di daerah menyuarakan hal yang sama. Namun menjadi menyakitkan ketika hal tersebut di adakan pada pertemuan setelah Hari Hak Asasi Manusia Sedunia bahkan pada hari yang sama pada 10 Desember 2014 di Gedung Pamungkas Yogyakarta yang bertajuk 'Antisipasi Bahaya Laten Komunis dan Paham Radikal.
Meskipun kata seorang komandan militer daerah yang dimuat di Radar Jogja Kamis 11 Desember 2014 halaman 11 yang mengatakan bahwa upaya-upaya untuk muncul kembali dalam menyebarkan paham komunis bisa saja dilakukan dengan berbagai cara. Beliau mengingatkan bahwa jangan membayangkan mereka masih memakai cara lama. Dia mensinyalir orang-orang tersebut terlibat dalam kegiatan sosial, membantu sesama namun pada ideologinya mereka berpaham komunis. 'Ini yang disebut gaya baru. Mereka terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. Tapi dibalik itu mereka memiliki paham yang berbeda'. Namun beliau juga menegaskan bahwa hal ini belum terlihat secara kasat mata.
Meski diakui hal ini tidak kelihatan, kasat mata atau malah mungkin tidak ada. Namun aksi-aksi penyuburan kebencian terhadap sebuah paham yang bahkan dipelajari secara akademis dan menjadi pisau tajam untuk menganalisa kehidupan sosial politik, sehingga menjadi segar dan gamblang justru dianggap sebagai ideologi atau paham yang bermasalah. Apalagi menurut banyak penelitian yang dilakukan baik secara serius maupun minimalis mereka menemukan temuan bahwa justru banyak korban dari kalangan orang yang beragama namun dianggap sebagai komunis atau tak beruhan. Serta yang paling masuk akal adalah penumpasan partai dan anggotanya, dan hal itupun sudah berhasil dilakukan. Jika melihat saat inipun persaingan antar partai maupun koalisinya juga seakan-akan seperti akan saling menumpas, meski sekarang sudah punya referensi bahwa penumpasan partai dan anggotanya hanya akan menyisakan kepedihan dan tragedi kemanusiaan.
Suara Merdeka Online menulis lebih gamblang di halaman ini, secara gamblang seperti dibawah ini:
Foto: wikipedia
YOGYAKARTA, suaramerdeka.com – Komandan Korem (Danrem) 072/Pamungkas Yogyakarta Brigjen TNI MS Fadillah meminta agar masyarakat mewaspadai adanya hantu komunis. Sebab, hal tersebut diyakini sudah mulai merasuki sejumlah lapisan masyarakat dengan berbagai caranya.
“Namanya hantu pasti tidak tampak tapi cukup menakutkan. Ini yang harus diwaspadai,” jelas Danrem usai membuka Sosialisasi Antisipasi Bahaya Laten Komunis dan Paham Radikal di Gedung Pamungkas, Kota Jogja, Rabu (10/12) pagi.
Menurut dia, hantu komunis ditandai dengan munculnya paham komunis gaya baru (KGB). Paham ini dinilai jenderal bintang satu itu lebih membahayakan dibanding kemunculan komunis di era tahun 1960-an. Sebab KGB berani bergerak dibidang-bidang sosial kemasyarakatan.
“Mereka berani untuk masuk dalam kegiatan sosial namun turut menyebarkan paham yang berbeda. Komunis itu bahaya laten dan munculnya paham ini pasti akan ada terus,” tutur dia.
Danrem mencontohkan munculnya KGB sudah dapat dilihat dari sikap masyarakat Indonesia saat ini. “Dahulu masyarakat kita kan itu ramah-ramah dan sopan santunnya cukup tinggi. Tapi saat ini mudah sekali tersulut sampai ada kasus seorang anak membunuh orang tua kandungnya. Bukannya saya menuduh pelaku itu komunis, tapi cara-cara seperti itu identik dengan paham tersebut,” papar dia.
Tak hanya paham komunis yang harus diwaspadai masyarakat, Fadhillah pun meminta agar paham radikal turut menjadi kewaspadaan sendiri.
“Keduanya itu sama-sama laten dan bahaya laten merusak kehidupan secara ideologis dalam tata kehidupan berbangsa,” tegas dia.
Sementara itu Muhammad Jazir selaku pembicara dalam acara tersebut menambahkan bahwa TNI Angkatan Darat (AD) merupakan musuh utama dari gerakan komunis. Gerakan itu pun masuk ke dalam dengan menggunakan inflitrasi, asosisi, agitasi dan kontradiksi.
“Pertama mereka menyusup ke kelompok yang dituju, lalu mencari kawan yang sepaham, setelah itu memecah belah misalnya membuat gap antara atasan dan bawahan,” ungkap pria yang juga Ketua Badan Koordinasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia di depan 350 tentara di lingkungan Korem Pamungkas.
(Gading Persada/CN19/SMNetwork)
Aneh memang hal-hal yang menyakitkan banyak orang tersebut justru diungkit-ungkit entah untuk kebanggaan atau pencitraan bahwa organisasi atau lembaganya pernah berjasa terhadap negara karena menumpas nyawa orang lain, namun lupa bahwa apa yang dilakukannya hanyalah perintah dan mereka dibayar karena pekerjaannya tersebut bagi yang mendapatkan perintah dan pegawai negara baik sipil ataupun bersenjata. Dan para sukarelawan pembunuh atau jagal kebanyakan adalah orang biasa yang tulus karena hal tersebut dianggap jihad, sehingga membunuh adalah bagian tahapan untuk masuk surga setelah dia mati.
Meski begitu di kegiatan-kegiatan NU yang dipublish, juga ada yang mengatakan untuk 'Tutup Tragedi Kelam PKI, Tatap Masa Depan' yang ada dituliskan di NU Online:
Sejumlah pihak menilai, usaha mengorek sejarah kelam Partai Komunis Indonesia (PKI) hanya akan meningkatkan suhu permusuhan dalam negeri. Seyogianya, konsentrasi masyarakat lebih diarahkan untuk menatap masa depan bangsa.
Sejarawan LIPI Prof Taufik Abdullah mengingatkan, selain menjadi cabang ilmu pengetahuan dan upaya rekonstruksi peristiwa masa lalu, sejarah bisa juga menjadi wacana yang terikat oleh sudut pandang tertentu. Menurutnya, isu PKI yang berkembang belakangan ini termasuk discourse.
Taufik menambahkan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan dendam sejarah. Jika tak terkendali, situasi ini bisa membuat bangsa kian tidak dewasa.
“Kita tidak bisa menatap masa depan kalau kita diliputi rasa dendam,” katanya dalam Tabayun Kebangsaan bersama sejarawan dan pelaku sejarah lainnya di Sekretariat Pusat GP Ansor, Jakarta Pusat, Senin (15/10) malam.
Sebelumnya, ia menjelaskan, periode pemerintahan Soekarno adalah masa-masa pelik yang membelah masyarakat menjadi golongan revolusioner dan antirevolusioner. Kekejaman PKI yang melahirkan permusuhan memang patut dikecam, namun tak perlu diungkit-ungkit kembali.
“Jangan mengatakan, saya yang paling benar, tapi kearifan apa yang ingin kita dapatkan,” tuturnya.
Meskipun paragraf-paragraf dibawahnya menyangkal, dan tetap harus ada yang disalahkan. Meski dengan cara-cara mengerikan seperti yang dipraktekkan ISIS saat ini. Serta membingungkan memang masalah sosial saat ini dikaitkan dengan paham dan kekerasan masa lalu yang banyak orang sudah tidak ingin mengingatnya.