Jakarta atau Batavia memang sebuah kota yang entahlah. Batavia yang asalnya dari kata Batavieren di namakan dari bahasa Belanda dan oleh orang Belanda pula. Kemudian ada sebuah suku yang menamakan dirinya Betawi. Pernah di serbu oleh Sultan Mataram, yakni Sultan Agung. Entah bagaimana benarnya, tidak penting lagi, karena saat ini sudah ada dan diyakini benar, dengan penuh keyakinan. Saat ini Batavia sedang memilih Governor-nya dan banyak sekali cara-cara sesat menurut akal dan agama yang digunakan. Tentusaja mereka asik-asik saja, karena memang kesesatan dan kebenaran saat sekarang adalah hal yang bisa dikatakan lucu bin funny.
Celaka memang dalam Pilkada DKI sekarang ada penggempuaran dan penggunaan isu SARA yang super kental. Pemerintah Pusat dan KPU pun diam dan membiarkan. Dalam Demokrasi memang cara-cara ini bisa dimaafkan namun secara akal sehat dan pendidikan politik yang waras seharusnya cara-cara penggunaan agama, suku dan sebagainya untuk berpolitik sebenarnya sangat tidak waras karena memicu perpecahan. Masyarakat dihadapkan pada kenyataan semu yang dibuat-buat. Dengan fatwa-fatwa keagamaan dan pengkafiran kelompok tertentu menunjukkan lemahnya pendidikan dan demokrasi saat ini. Lebih cilaka lagi salah satu paslon Gubernur DKI tersebut adalah Mantan Menteri Pendidikan yang di reshuffle oleh Pak Presiden Joko Widodo.
Salah satu yang mengobrak-abrik orang Islam adalah cara kampanye seperti ini:
Omongan Menteri Agama Republik Indonesia pun tak digubris, sungguh golongan umat Islam yang berpolitik demi kemenangan dengan melarang-larang orang menyolatkan jenazah pendukung lawan politiknya tersebut membuat Islam menjadi sangat asing bagi saya:
.@lukmansaifuddin mengatakan jika tak ada yang menyalati jenazah, maka satu kampung akan berdosa. https://t.co/7S0DuT2a9L pic.twitter.com/QskTBlEtDq
— kumparan (@kumparan) March 10, 2017
Jelas orang-orang yang berusaha untuk tidak menampakan agamanya demi toleransi dan sosial, serta keutuhan bangsa dan negara akan menganggap keanehan dari golongan paslon Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang ikut Pilkada DKI dengan menggunakan sentimen agama demi kemenangan dan kepentingan 5 tahunan:
Sungguh Indonesia sedang kedatangan sebuah umat dan ajaran yang sangat asing, dan sangat berbeda dengan ajaran Wali Songo, ajaran beragama yang menjadi landasan kebersamaan bersama hingga proklamasi kemerdekaan. Semoga NU dan ormas-ormas keagamaan lainnya yang memiliki dan menjunjung toleransi beragama dan berkebangsaan sanggup untuk menahan deburan ombak dari kaum minoritas yang menganggap agama dan ajaran yang digunakannya adalah yang paling benar, namun praktik-praktik ajarannya justru sebaliknya dan tidak menampakan secuilpun kebenaran.