kangen kebhinnekaan

gus mus
 

kangen kebhinnekaan

Para pendiri bangsa ini adalah orang-orang yang visioner, itu jelas. Mereka bisa menemukan 'Bhinneka Tunggal Ika' pada saat awal perjuangan kemerdekaan hingga berdirinya Indonesia. Sudah barang tentu pemikiran yang menjadi konsep ketika terpelihara dengan baik pun ada virus ataupun serangga pengganggu yang merongrong dan berusaha merusak bangunan megah 'Bhinneka Tunggal Ika' tersebut. Sebuah bangunan kokoh menjulang tinggi di angkasa, namun kadang terlupa fungsi sejatinya, bahwa bangunan tersebut adalah benar-benar sebuah bangunan yang mampu melindungi dan menanggulangi berbagai ancaman, baik dari dalam dan dari luar.

Pernah muncul, dan banter sekali bahayanya yaitu 'SARA'. Namun karena seiring berjalannya waktu yang tenang-tenang saja kelihatannya. Kewaspadaan dan pemahaman makna ancaman 'SARA' tersebut menjadi terbalik. Sebab dianggap semua orang sudah paham sehingga hapal diluar kepala, namun yang muncul adalah rasa ketidakadilan. Sebuah rasa yang muncul bukan dari masalah 'SARA' namun dilarikan ke arahnya. Mengangkut SARA dengan membawa kepedihan mayoritas, yang sebenarnya tidak ada sama sekali. Contohnya saja ketika King Salman datang pada Maret 2017 ini, ada kesepakatan yang sangat mendukung kebaikan umat yaitu diantaranya adalah peningkatan jumlah kuota haji, dimana antrian masyarakat sejahtera yang akan menunaikan ibadah haji bisa sampai 25 tahun.

Sungguh menjengkelkan memang mungkin ketika ada orang atau sekelompok tertentu yang mengatasnamakan agama tertentu namun sebenarnya mereka minoritas didalamnya, mencoba membuka ruang untuk dapat menyeret lainnya dalam suatu kondisi yang sama-sama 'baper' dengan dalih penistaan agama. Sulit dinalar memang ketika agama adalah bukan suatu subyek atau keadaan tertentu, namun apa yang diyakini yang ada dalam pikiran hingga hati. Dan tidak mempedulikan bahwa apa yang dikhotbahkannya pun menyerang agama-agama lainnya.

Jadi bagaimana menghormati kebhinnekaan yang sudah ada, terbangun dan memiliki konsep yang sudah lama ini. Ketika ada sebuah serangan dari kelompok tertentu, membabi buta, lugas, tanpa tedeng aling-aling menyerang kelompok lain, mengkafirkan dan banyak lagi. Pancasila tentu diuji lagi, nilai-nilai luhur yang ada didalamnya sedang dalam ancaman, meski hanya ancaman dari kelompok kecil, namun ketika Pancasila hanya diam saja, sepertinya juga akan runyam, karena pemahaman Pancasila dan Kebhinnekaan adalah pemahaman yang maha tinggi, terlepas dari unsur kekuasaan, politik praktis dan citarasa mayoritas minoritas yang menyebalkan.

Sungguh ketika para penjaga Pancasila, Kebhinnekaan dan NKRI terpengaruh oleh paham kesesatan yang melawan kebhinnekaan dengan terlalu menghormati kelompok tertentu yang sudah kerapkali memamerkan kekerasan dan kesewenang-wenangan untuk membela kepentingannya sendiri dalam beribadah. Menjadi tanda tanya besar dimana Pancasila dan Kebhinnekaan saat ini diletakan, ketika dalam pilkada-pilkada, maupun kontestasi kekuasaan lain isu-isu SARA masih dipergunakan. Apa yang salah dalam nurani bangsa ini?.

Ada sesuatu di balik batu selain udang, kemungkinan. Ada yang lainnya selain udang tersebut. Bahkan bukan kemungkinan lagi, ada udang lainnya. Karena hanya menyerang pada pihak tertentu dan terlokalisir di tempat tertentu. Permainan isu yang membutuhkan perlawanan dalam pemberian informasi yang benar pun sudah dimulai dengan gerakan orang-orang yang gelisah karena berita hoax, berita desas-desus, berita karangan, berita plintiran dan sebagainya. Hoax menjadi tunggangan yang bisa untuk menyerang kesana kemari tanpa kelihatan siapa yang menerbitkannya pertama kali. Yah begitulah perang informasi untuk menggiring persepsi orang untuk memberikan dukungan dengan menggerakkan dan menyentuh perasaan, bahkan sampai menggunakan penghakiman Tuhan tentang surga dan neraka. Meski Jaka Tarub di Jawa pernah ada orang yang bisa beristeri bidadari dan masih berada di dunia.

Memang akan menghasilkan gesekan yang super panas ketika golongan merah berlawanan dengan golongan hijau. Gesekannya akan memerahkan telinga, memusingkan bahkan membuat dada bisa berdebar-debar. Dimana permainan logika dan keyakinan yang dibenturkan, namun akan menjadi pembelajaran dan pendidikan nalar yang bermutu ketika bisa melepaskan jeratan-jeratan dari hal yang tidak dipahami. Ujian inipun datang lagi, dengan posisi yang sama namun dengan teknik yang bisa terbaca jejaknya secara digital. Mari kita lihat mana yang ngawur dan mana yang berusaha untuk waras.

Atas