Format dan tatakala Debat Capres ( Calon Presiden ) Republik Indonesia sama sekali tidak memuaskan. Selain debat capres resmi milik negara yang diselingi iklan. Format, tata kala, kesempatan untuk capres - cawapres mengungkapkan apa visi misi serta program aksi yang dimilikinya sangat dibatasi, tidak ada inovasi atau segi kreatif yang menonjol sehingga berbagai kalangan masyarakat, khususnya anak muda akan sama sekali tidak paham dan tertarik dengan apa yang terjadi dalam debat capres.
Debat Capres bikinan KPU dan orang-orangnya yang sudah dilakukan pada 9 Juni 2014 dan 15 Juni 2014 benar-benar tidak menghargai siapa yang diadu dan menjadi peserta debat. Mungkin pak Prabowo maupun pak Joko Widodo sebenarnya muak juga dengan format debat capres, namun apalagi yang bisa diperbuat karena sudah menjadi keputusan KPU.
Debat capres yang pertama dengan berdiri dan yang kedua ada tambahan kursi untuk duduk. Tidak harus orang berdebat dengan diletakkan pada posisi seperti itu. Posisi dimana dua orang dihakimi, dan harus mengutarakan apa, saling bertanya pada posisi yang sama sekali tidak enak dipandang serta membuat jarak dengan orang lain, benar-benar sebuah stage yang bergaya kuno, kejam dan tidak manusiawi serta sama sekali tidak menarik.
Tidak ada penambahan gambar, video ataupun gaya presentasi yang menunjukkan kemajuan jaman, atau minimalnya setara dengan apa yang ada saat ini. Presiden adalah pengguna kecanggihan informasi teknologi yang pertama seharusnya, jadi tidak perlu dengan hal sederhana dan terlihat bahwa pengampu kebijakan negara di sini adalah orang yang gaptek namun memiliki kekuasaan dan kekayaan tak terhingga.
Mungkin KPU tidak pernah akan siap dan kita mendapatkan Presiden yang bisa memahami teknologi secara tepat guna, baik dalam hal sederhana atau terjelek. Presiden yang kita butuhkan adalah presiden yang bisa bekerja dan bukan seorang yang suka memerintah dan dilayani. Kelemahan dan luapan emosional yang mungkin hadir dalam debat akan bisa diminimalisir dengan bantuan teknologi dalam mengungkapkan pendapat seperti dengan animasi atau format presentasi yang sederhana, untuk menghindari adanya jebakan-jebakan pertanyaan atau kesalahan pernyataan yang memalukan misalnya.
Tidak pernah terlihat dengan jelas apa beda pendekatan yang digunakan oleh kedua kubu Calon Presiden. Bagaimana kita bisa melihat gaya pak Prabowo Subianto yang dengan tegas akan membangun banyak proyek dengan dorongan dari atas dari pemegang kekuasaan, menjadikan banyak proyek-proyek besar, dengan strategi-strategi besar untuk menciptakan goal-goal besar dengan 'big push' dan 'top down'. Yang akan menciptakan proyek-proyek bancakan bagi kalangan atas, jika tidak didukung dengan prinsip-prinsip 'Good Governance' yang jelas.
Sebaliknya, gaya pendekatan Joko Widodo yang menggunakan strategi dari 'Desa untuk Membangun Indonesia' menggunakan cara yang berbeda dengan pak Prabowo Subianto, Jokowi lebih percaya dengan memperbaiki sistem pemerintahan dengan menggunakan pendekatan 'endegenous growth theory', menggunakan langkah-langkah kecil namun memberikan dampak perubahan yang berkelanjutan dan dibangun oleh diri masyarakat sendiri. Pak Jokowi menggunakan strategi 'Bottom up' sehingga dia melakukan blusukan dan lebih suka mendengar, jadi tekanan-tekanan pada gaya bicaranya ketika orasipun tidak ada bedanya ketika kita mendengar orang mengobrol.
Bagaimana masyarakat bisa belajar dan mengawasi jalannya pemerintahan nantinya. Ada kata-kata besar di pihak pak Jokowi - JK seperti Revolusi Mental, Reformasi Birokrasi dan sebagainya. Juga jargon-jargon besar di pihak Pak Prabowo Subianto. Dibalik para capres tersebut tentu ada banyak orang ahli dan pintar dalam merumuskan visi misi dan program aksi, ini harusnya dimunculkan juga pada debat-debat capres yang lebih berbobot dan bisa memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat.
Sudah barang tentu dari kedua capres dengan latar belakang ideologi dan politik yang berbeda akan menelorkan cara-cara dan strategi pembangunan yang akan sangat berbeda, bukan hanya ditujuannya yang harus sama, namun bagaimana prosesnya, karena melibatkan ratusan juta rakyat Indonesia yang kehilangan tumpuan harapan karena bobroknya birokrasi dan administrasi pemerintahan. Masalah ekonomi seperti pada debat Capres ke 2 adalah masalah yang benar-benar besar, diperlukan kelengkapan dan latar belakang yang jelas tervisualisasi sehingga setiap orang memiliki gambaran yang jelas, bagaimana kedua capres dapat memberikan solusi-solusi yang tepat dan memiliki nilai sendiri-sendiri, sehingga gambaran tersebut dapat memberikan referensi untuk memilih calon presiden yang akan dicoblosnya pada tanggal 9 Juli 2014 nanti, dan menyesal misalnya jika tidak dapat mengikuti pesta demokrasi yang bernilai bagi bangsanya.
Bagaimana bisa mencerdaskan pemilih bila format debat capres yang sangat 'pekok', sederhana, kalau tidak bisa dikatakan sebagai format yang ngawur seperti cerdas cermat anak SD, SMP, SMA atau kelompencapir pada jaman ORBA, dan dijual dengan iklan-iklan komersial yang entah duitnya dikemanakan. Ini bukan lomba, bukan menang atau kalah, tapi bagaimana para pemilih atau rakyat Indonesia mengetahui program aksi Presiden, mimpi-mimpinya, dan belang dari tujuan-tujuannya membuat proyek-proyek besar. Kita mencari bedanya, mana yang pas dan mana yang terbaik untuk seluruh bangsa ini, bukan sekedar proyek KPU untuk segera diselesaikan untuk kemudian menganggur lagi.
Bagaimana kita bisa menghargai diri sendiri ketika format debat capres abal-abal seperti itu, untung ada acara Piala Dunia di Brazil yang pasti lebih menarik daripada melihat dua orang terbaik bangsa Indonesia terlihat tolol di panggung. Saya ingin debat capres yang menghormati kecerdasan, dan bisa memberikan gambaran jelas, bukan menciptakan pemilih-pemilih atau suporter-suporter emosional yang kepepet menciptakan 'kampanye hitam' dengan bahan-bahan yang sama sekali jauh dari nilai-nilai asli berdemokrasi.
Sedang mimpi format debat capres yang lebih mencerdaskan semua orang.