Black Campaign, tentunya bukan iklan rokok dengan merek yang artinya 'hitam'. Black Campaign saat ini terdengar marak, karena terlihat di layar-layar laptop. maupun smartphone. Koran dan media cetak maupun televisi jelas sudah ada sejak dulu dan dibungkus dengan tidak terlalu vulgar karena harus menghormati profesi dan kaidah jurmalisme, katanya. Tahun 2014 ini bahkan dimulai sejak beberapa saat lampau seakan dunia informasi dipenuhi dengan berbagai macam kampanye untuk tujuan yang jelas, yaitu memenangkan, selain efek laiinya yang bertujuan menjatuhkan. Tentunya ini berhubungan dengan pemiligan legislatif yang lalu dan yang akan datang adala peristiwa 'pemilihan presiden'.
Mungkin ini efek dari keterbukaan informasi, namun ketika informasi yang memiliki tujuan tertentu untuk menjelekkan yang satu dan mencitrakan kebaikan yang lain dengan kepalsuan, jelas namanya bukan informasi lagi. Seperti iklan atau lebih tepatnya cemooh, nah sepertinya hari-hari ini dan kedepan akan lebih banyak informasi cemooh yang dibalut dengan banyak hal, dan biasanya orang menyebutnya dengan 'black campaign', karena istilah dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah lainnya sulit untuk diterjemahkan, dan mungkin tidak keren.
Celakanya memang, dalam penginformasian-penginfromasian yang dibalut dengan 'black campaign' baik di jearing sosial maupun dalam pernyataan-pernyataan atau komentar-komentar dalam sebuah artikel di media online. Lebih membuat orang atau mungkin kita sibuk untuk mencari informasi kebenarannya, sehingga terlupa dan abai dengan apa sih yang menjadi unggulan dari para kandidat yang relawan dan pasukannya melakukan 'penjerumusan informasi' dalam black campaign.
Sampai dengan teganya, kelompok tertentu menyebut kelompok lainnya dengan sebutan 'panasbung' yang ternyata kepanjangannya adalah 'pasukan nasi bungkus'. Betapa sebenarnya mereka menghina diri sendiri dengan apa yang dilakukannya. Memang informasi itu ada harganya dan ada harga dan biaya juga untuk mendistribusikan informasi tersebut. Meski dengan gadget yang ada di depan mata maupun digenggam infomasi yang hadir seakan tidak ada harganya, dibalik itu ada pergulatan informasi dan biaya yang mungkin tidak bisa dibayangkan besarnya.
Mempengaruhi masyarakat dengan informasi yang benar tentu akan membawa keadaan menjadi lebih sejuk. Terkecuali memang yang di atas sana, yang tidak tersentuh dan kelihatan di mata publik memiliki tujuan untuk memecah belah kebaikan menjadi kemuraman yang berkepanjangan dengan melontarkan informasi-informasi yang tidak bisa dipercaya kebenarannya. Memecah belah persepsi publik dengan merusak apa yang seharusnya baik menjadi sebuah keburukan memang memiliki harga dan biaya yang tinggi karena diperlukan orang dengan kepandaian mengolah isu dengan tajam dan memiliki efek panjang.
Informasi selayaknya yang terjadi pada tahun 1965-66 pernah menjadi cambuk yang sangat menyakitkan, nyawa manusia bisa tidak memiliki harga, hingga setiap insan yang hidup pada tahun itu harus menggelar semangat 'membunuh atau dibunuh', dalam sebuah negara yang niat berdirinya tidak untuk hal tersebut.
Mungkin ini adalah awal proses untuk kebaikan dalam berinformasi dan berkampanye, karena mengubah bangsa yang terpuruk menjadi bangsa yang makmur membutuhkan waktu lama dan tidak seperti membalik tempe yang sedang digoreng. Kelaparan dan keinginan untuk hidup sejahtera ada dimana-mana dan tidak pernah terpenuhi, informasi yang ada dalam kampanye-kampanye pemenangan tidak ada lagi tentang bagaimana proses mengatasi hal tersebut, karena masih banyak pe er yang harus dikerjakan (rutinitas) janji politik masa lalu yang tak pernah kesampaian ditambah dengan janji-janji tambahan yang semakin menjauhi kenyataan yang ada.
Bisa jadi, black campaign adalah upaya mengalihkan ingatan kita tentang keterpurukan kita sendiri, hingga menjadi sok sibuk memilih mana yang lebih baik, iya.. hanya membuat sibuk saja, kroscek sana-sini, dan tidak ada kesimpulannya.
*/ foto milik : https://enidajohnson.files.wordpress.com/2014/01/nas-lemak-bungkus2.jpg