menjual surga

 

menjual surga

Apakah bisa dengan mudah mengukur keimanan seseorang ketika sudah tidak bisa lagi mendengar atau menghargai isyarah dari yang maha kuasa kepada mahluknya yang tidak lain adalah utusan juga, untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, minimalnya. Tidak harus menjadi nabi untuk bisa berkomunikasi dengan sang pencipta. Setiap mahluk memiliki hak yang sama untuk bisa merasakan dan berkomunikasi dengan sang khalik. Bisa melalui mimpi atau bentuk lain yang tentu sangat spesial agar bisa tertanam di memori. Tidak perlu bernama wahyu, firman, atau apapun bentuk komunikasi antara yang dicipta dengan pencipta. Adalah sangat tolol untuk menisbikan hal tentang komunikasi dengan yang diatas, bahkan tidak harus berguru ke kyai untuk dapat menemukan pencerahan bahwa manusia itu diciptakan untuk kemudian mengisi hidup dengan hal yang bermakna, mencari penciptanya untuk kemudian mati sebagai akhir perjalanan kehidupan duniawi.

, ketika merasa benar dengan dukungan beberapa ulama jadi-jadian yang mendirikan lembaga hingga ke pelosok tanah air dengan dana yang entah darimana, juga perkataan dan pernyataan majelis-majelis fatwa dari berbagai negara yang isinya juga cuma manusia biasa yang setiap hari masih sarapan bahkan tidak berpikir bagaimana keadaan tetangganya. Ketika bersama-sama banyak orang dan menamakan dirinya massa pembela tertentu lantas bisa dengan seenaknya merusak bahkan menghilangkan kepemilikan nyawa seseorang untuk bisa meneruskan kehidupannya. Tanpa dengan bijaksana menyikapi bahwa permasalahan keyakinan, berafiliasi hingga berjejaring dengan orang yang bisa senada serta nyaman untuk saling bertukar pikiran minimalnya tegur sapa, adalah sebuah permasalahan kontekstual manusiawi untuk memperkaya khasanah kehidupannya dalam mencari kebahagiaan ataupun mencukupi kebutuhan rohaninya.

Sepertinya yang muncul dari kesalahan-kesalahan perkataan hingga metode dalam memahami sesuatu yang sangat sakral dan sulit dicerna nalar, seperti membunuh kafir, berjihad untuk menemukan surga, pemurnian maupun pembaruan agama menjadi pemicu termudah untuk membakar emosi dan jiwa seseorang yang haus dan sudah jengah dengan kehidupannya yang sangat sulit karena pemiskinan yang terstruktur, yang hal ini bisa dilihat ketika para pejabat negara melakukan korupsi. Para pejabat sudah mendapatkan penghasilan dan beberapa kepastian duniawi toh masih saja kekurangan hingga harus melakukan kerugian dengan mengambil jatah tambahan yang bukan seharusnya.

Tidak adanya penghargaan kepada diri sendiri, ataupun penghargaan kepada sesama, apalagi penghargaan yang diberikan sistem kenegaraan kepada rakyatnya menjadi lingkaran setan tanpa sudut menjerat dan mengelilingi padang ilalang kebodohan yang semakin menjadi. Ditambah dengan dengan hasutan-hasutan tidak cerdas serta sangat sistematis untuk kepentingan kelompok tertentu dengan praktis dan sangat mudah tanpa modal menjual dan mencekoki otak-otak miskin persepsi dengan janji-janji surga, pahala, kebenaran yang dipaksakan, hingga tauhid yang dijual murah berkontraprestasi surga meski harus melalui membunuh sesama manusia berdasar latar belakang pemikirannya sendiri dengan ayat-ayat kekerasan sebagai landasan serta surga sebagai puncak kenikmatan, demi kepuasan pribadi pelakunya, kepentingan besar iblis pemangsa peradaban dibelakangnya dengan menjual kekerasan berbalut surga serta ketinggian maknawi ayat-ayat suci yang harus terjun bebas maknanya karena dipergunakan secara tidak cerdas sehingga sebenarnya malah menistakan sebuah agama samawi yang sangat agung menjadi sebuah agama compang-camping lantaran bertentangan dengan akal sehat dan nilai-nilai universal kemanusiaan dalam pengamalannya.

Sangat disayangkan sebuah ormas yang membawa panji pembelaan Islam, namun karena , salah olah, tolol, membawa budaya jahiliyah malah menjadikan agama luhur tersebut mendapatkan stigma dan menimbulkan resistensi sosial. Atau memang disetting melupakan demi sebuah tujuan global merusak agama tersebut dari dalam, menistakan dirinya sendiri karena memang sudah tak memiliki harapan lagi, sebuah puncak kebingungan yang dibangun sendiri dan dipupuk oleh para munafikin yang sudah mengakar secara turun-temurun, berabad-abad hingga tak mau lagi menengok kebelakang, berdialog dengan sejarah, menyadarinya, namun kekeuh merasa benar. Maklum ketika kepala sudah sekeras batu, hati pun tidak ketinggalan membatu hingga menistakan pesan tuhan yang turun setiap saat diadu dengan teks-teks suci yang tafsirnya pun sudah demikian jauh melesat meninggalkan busurnya, namun diadu dalam aroma kebodohan meninggalkan kesucian hati untuk penerimaan keagungan semesta.

surga dan neraka tidak ada artinya sama sekali bagi orang yang menjalani hidup dan berbuat baik demi kemanusiaannya hanya karena tuhan semata

Apa yang diperlihatkan oleh orang-orang sok membela agama saat ini sama sekali bertentangan dengan ucapan-ucapan ahli agama sebagaimana yang di ucapkan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib RA seperti:

Tuhan telah menjadikan dzikir akan diri-Nya sebagai penyinar hati. Lewat dzikir, jiwa dan hati bisa mendengar, melihat dan menjadi lemah lembut. Di saat tidak ada Nabi di tengah umat, Tuhan memiliki hamba yang dengan mereka Dia menyampaikan rahasia ilahi dan berbicara dengan akal mereka

Malaikat-malaikat selalu menjaga mereka, ketenangan memenuhi hati mereka. Pintu-pintu malakuti terbuka bagi mereka. Kasih sayang Ilahi yang tak terbatas, tercurahkan untuk mereka. Allah SWT melihat kedudukan dan derajat yang mereka peroleh melalui penyembahan dan pengabdian, menyukai amal mereka dan memuji kedudukan mereka. Di saat mereka menyebut Tuhan, mereka mencium bau ampunan Ilahi dan merasakan terkoyaknya tirai gelap dosa-dosa

Betapa beruntung dan berbahagia orang yang melaksanakan perintah Tuhannya. Tuhan menjadi penolong baginya dan memuji pekerjaannya. Kesulitan dan kesusahan ibarat bagai batu yang hancur lebur tergiling ketika ia menyingkirkan rasa kantuk di malam hari dan menyamarakkannya dengan ibadah malam. Mereka adalah sekelompok orang yang mengusir rasa kantuk karena ketakutan akan hari kiamat. Orang-orang ini bangkit dari tempat tidurnya dan bibir-bibir mereka bergerak pelan memanggil dan berdzikir kepada Tuhannya. Mereka adalah pasukan Allah, mereka adalah orang orang yang beruntung

Atas