masihkah harus membunuh untuk kesekian kalinya?

 

masihkah harus membunuh untuk kesekian kalinya?

Peristiwa pembunuhan massal kepada simpatisan dan yang dianggap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 - 1966, mungkin sudah terlalu jauh untuk diingat, apalagi peristiwa pembunuhan massal pada saat setelah Syech Siti Jenar pada masa kerajaan Demak, ataupun pembunuhan massal lainnya yang selalu saja ada setiap abad di Nusantara ini, bahkan pembunuhan massal kepada para pengikut Pangeran Diponegoro pun sudah tidak ada lagi rekamannya dalam bentuk tulisan bahkan dongeng. Memang sudah terlalu jauh, peristiwa yang mengenaskan atas nama dukun santet pun sudah lama hilang, ketika teror berada dimana-mana, setiap orang kebingungan untuk kemudian berkumpul, saling menggeledah Kartu Tanda Penduduk, Identitas dan sebagainya sudah pudar entah dimakan lupa atau karena memang tidak ada intisari yang diberikan oleh para bijak bestari demi kehidupan bangsa yang lebih baik. Tidak ada sesuatu yang patut untuk diingat, semua harus dilupakan atau akan ditinggalka oleh ingatan sepanjang berlalunya waktu. Konflik mengenaskan di Ambon, Sampit, Palu, dan konflik kecil lainnya, secara otomatis terhapus dalam rekam jejak memori ingatan kita. Entah karena itu terlalu kejam, negatif, menghambat masa depan, membuat trauma atau karena memang sengaja dihilangkan agar lupa dan tidak mau belajar dari masa lalu. Meski pahit kebenaran akan terungkap. Kata siapa?. Pengalaman buruk yang menjadi trauma untuk mendewasakan kita akan selalu tersimpan menjadi rahasia negara yang tidak patut diungkap sehingga bangsa ini menjadi yang tidak pernah belajar, dan semakin kehilangan jati dirinya sebagai sebuah bangsa, apalagi dengan konsep kebangsaan yang dicoba diukir sejak 1928 dengan konsep yang benar-benar rumit, membutuhkan penerimaan, menghilangkan dominasi lokal menuju kebersamaan bersatu dalam bangsa, tanah air, hingga bahasa. Ketika itu adalah masalah bangsa mungkin akan berlainan namun dalam hal yang paling sepele pun, yaitu masalah akidah agama banyak diantara komponen bangsa ini yang tidak belajar bahkan tidak memahaminya. Bagaimana menjadi tercerahkan ketika sesuatu yang harus dipahami sebagai konsensus utama bangsa yaitu dasar negara Pancasila tidak pernah lagi dianggap meskipun didukung dengan kejelasan pesan-pesan dan ayat-ayat Ilahiyah super jelas meskipun tidak usah ditafsirkan. Tidak usah membuka mata dengan menutup mata pun ayat-ayat ini jelas untuk didengar dan dipahami:

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(5:27)

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." (5:28)

"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim." (5:29)

Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. (5:30)

Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya [Dipahami dari ayat ini bahwa manusia banyak pula mengambil pelajaran dari alam dan jangan segan-segan mengambil pelajaran dari yang lebih rendah tingkatan pengetahuannya]. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (5:31)

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain [membunuh orang bukan karena qishaash], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya [Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya]. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu [sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (5:32)

Mereka telah membunuh Tuhan, bukan hanya dikatakan oleh Nietzche namun setiap orang pun akan berkata begitu ketika melihat kekerasan ataupun pembunuhan yang tak layak dilakukan oleh manusia kepada sesamanya. Tiada tempat berpaling, tiada tempat meminta, tiada mulut terbuka untuk kuat berdoa lagi, hanya kepasrahan entah atas nama apa, sudah tak terucap bahkan ada dihati maupun pikiran. Hanya tangis sendu untuk bangsa yang selalu dirundung masalah tak berprinsip kemanusiaan, keadilan bahkan Ketuhanan yang hanya menjadi alasan semata untuk saling membunuh, memperkosa demi kepentingan yang sama sekali tidak penting dalam logika kewajaran dan kepatutan. Masihkah membunuh untuk kesekian kalinya, kill or be killed, membunuh atau dibunuh, dalam satu naungan bendera dan keyakinan berkeIndonesiaan. KeIndonesiaan yang semakin dilupakan, ditinggalkan dirusak secara sistematis demi kepentingan tertentu atas nama moral, agama namun meinggalkan kasih dan sayang, yang menjadi awalan semua perbuatan yang sangat agung, Atas nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang....

Wahai yang namanya adalah obat, yang zikirnya adalah penyembuhan, yang ketaatannya adalah kekayaan ! Kasihanilah orang yang hartanya hanya harapan, dan senjatanya hanya tangisan. (doa kumayl ibn ziyad)

Atas