atheisme cemplon

 

atheisme cemplon

http://www.youtube.com/watch?v=uEEMkGF9UEQ

Memilih agama, memilih tuhan atau memilih jalan hidup mungkin adalah hal yang secara berulang-ulang berada di benak setiap orang. Mengapa itu bisa terjadi tentunya setiap orang memiliki perbedaan dan pandangan sendiri-sendiri sesuai dengan pengalaman kehidupannya, ditambah dengan kemampuan-kemampuan yang lain baik logika maupun spiritual yang menjelma juga menjadi pengalaman dan referensi kehidupannya. Bukan tidak mungkin ketika mendengar perkataan pengkotbah pada satu ruangan sama diisi dengan 40 orang followernya tiap kepala menerima penjelasan dan ajaran yang dipersepsesikan dan diterjemahkan berbeda-beda sesuai kemampuan analisanya masing-masing. Sudah barang tentu hal ini sangat sulit diperdebatkan apalagi untuk dipersamakan satu dengan lainnya kecuali dengan metode tes-tes tertentu yang hasilnya pun masih sangat manusiawi tergantung siapa yang membuat tes tersebut.

http://www.youtube.com/watch?v=Uq11_In9h6Q

Konteks budaya dan pengalaman masa lalu ataupun ingatan kolektif yang secara potensial sudah terkandung dalam tiap genetika manusia memberikan warna yang lain lagi. Warna itu mungkin adalah warna pengeyelan atau keteguhan tertentu yang sudah tercipta sejak jabang bayi masih dalam bentuk noktah-noktah di dalam benih kehidupan seseorang. Bukan untuk membedakan satu sama lain namun pada dasarnya adalah persamaan general yang setiap manusia memilikinya konon kata saya sendiri. Juga menambah keanehan dan warna yang saling menghajar satu sama lain ketika noktah-noktah benih itu muncul dalam proses yang sangat tergantung variabel keadaan dan kematangan prosesnya yang banyak dikenal dan disambungkan dengan hukum causalitas atau sebab akibat, dimana setiap kepala akan mengenalnya sendiri tanpa harus melalui jenjang pendidikan bertingkat-tingkat yang merusak banyak sendi kehidupan dan menjadikan dunia ini semakin aneh dan dipenuhi kemustahilan yang seharusnya adalah sesuatu yang alamiah.

Bertuhan dan beragama sebagaimana yang menjadi tingkat awal dalam pembiasaan anak di sekolah TK sebagai bagian dari PAUD adalah hal positif ketika harus di ejawantahkan dengan penjelasan-penjelasan yang bisa diterima dengan nalar kewajaran anak kecil dalam Pendidikan anak Usia Dini, bukan sebagai rasa ketakutan akan munculnya generasi atheis yang tidak percaya dengan tuhan karena permasalahan ekonomi dan pendidikan yang tidak mendukung karena secara ilmiah konsep skeptisisme akan lebih mengemuka terlebih dengan adanya suatu agama besar sendiri yang tidak memperbolehkan gambar utusannya untuk digambar karena alasan sesuatu tentang pengkultusan dan disisi lain mengemuka juga untuk pelarangan penodaan agama meski ada banyak standar ganda dan tirani tafsir plus rejim gemagus disana sebagai acuan yang lama kelamaan justru kontra produktif dan memuakkan terlebih dengan politik asal menang dan oportunisnya dalam mengumbar ereksi kekuasaan di negeri begajul.

Sebagaimana terjadi di pemukiman manusia di seberang sana di sebuah kompleks manusia luas yang mengaku berpaham in god we trust, hingga terpampang pada simbol kesejahteraannya terbukti dari banyak penelitian masyarakatnya banyak yang tidak percaya dengan tuhan atau atheis yaitu tidak bertuhan sama sekali. Atheisme memang adalah hal aneh bagi kebanyakan orang namun juga theisme terasa aneh

bagi banyak orang juga karena bukti-bukti yang tidak masuk pada penalarannya. Membicarakan masalah ini adalah tidak ada bedanya ketika membicarakan makanan cemplon yang ada gula merah didalamnya, sebagaimana banyak juga orang beragama dan bertuhan namun terlalu banyak diskusi dan tidak peduli lagi dengan adanya 'tebu di dalam tebu'.

http://www.youtube.com/watch?v=VxGMqKCcN6A

Kendali atas semua ini seakan memang sudah hilang sehingga anak manusia pun harus dididik sejak usia dini di PAUD untuk terhindar dari pengalaman semacam itu. Semua menjadi tidak masuk akal ketika hebatnya teori Darwin dalam menganalisa perubahan dan perkembangan, kecanggihan tehnologi untuk menghitung putaran bulan serta sudut-sudutnya khusus untuk menentukan ramadhan dan bukan bulan lainnya, bahkan tanpa di revisi sama sekali perubahannya yang seharusnya selesai ketika sudah terlihat dengan mata kepala sendiri adalah tidak jauh berbeda ketika teori Darwin dikaitkan dengan keberadaan kejadian manusia dan adu teliti menghadang datangnya satu ramadhan. Juga adu cepat dalam mengisi pengetahuan anak yang seharusnya belum saatnya memahami sesuatu yang tidak dikehendakinya selain bermain dan menambah referensi pengalaman hidupnya.

Atas